GELORA.CO - Program tol laut Presiden Joko Widodo yang dirintis sejak Pemilu Presiden 2014 lalu, hingga kini belum berjalan sesuai yang diharapkannya. Tujuan program ini untuk menurunkan disparitas harga antar daerah, belum juga berhasil.
Dalam rapat kabinet terbatas di kantornya, Presiden Jokowi menyinggung persoalan itu. Bahwa tujuan awal ia membangun tol laut, belum berjalan dengan baik.
"Saya terima informasi dari lapangan bahwa biaya pengiriman logistik antar daerah masih mahal," kata Presiden Jokowi, dalam pidato sambutannya, Kamis 5 Maret 2020.
Banyak biaya pengiriman di dalam negeri, dari suatu daerah ke dareah lainnya, ongkosnya sangat mahal. Ironinya, kata Jokowi, jika dibandingkan dengan pengiriman dari dalam negeri ke negara tetangga justru lebih murah.
"Ini contohnya, biaya pengiriman dari Jakarta ke Padang, dari Jakarta ke Medan, Jakarta ke Banjarmasin, Jakarta ke Makassar, jauh lebih mahal dibandingkan biaya pengiriman dari Jakarta ke Singapura, Jakarta ke Hongkong, Jakarta ke Bangkok, dan Jakarta ke Shanghai," jelas Jokowi.
Tidak hanya itu, dia juga mencontohkan biaya pengiriman barang dari Surabaya (Jawa Timur) ke Makassar (Sulawesi Selatan) ongkosnya justru jauh lebih tinggi dibandingkan kalau mengirim dari Surabaya ke Singapura.
Tentu saja, masih mahalnya ongkos ini tidak sesuai dengan visinya untuk membangun tol laut sejak lima tahun lalu. Padahal cita-cita awal tol laut dibangun, agar biaya pengiriman di dalam negeri bisa ditekan.
"Saya minta masalah ini dilihat secara detail dan komprehensif, apakah masalahnya di pelabuhan. Misalnya urusan dengan dwelling time atau ada praktik monopoli di dalam transportasi dan distribusi barang sehingga biaya logsitik tidak efisien," jelasnya.
Masalah lain diakui Jokowi, adalah ketidak seimbangan. Dalam pengertian, begitu barang dikirim ke Indonesia Timur maka barang yang dibawa dari sana ke barat tidak seimbang, muatannya berkurang. Maka hal ini diminta untuk ditinjau kembali.
Kepala Negara mengingatkan, bahwa sumbangan PDB dari sektor laut sangat kecil yakni hanya 0,3 persen saja. Sementara kontribusi di sektor udara dan darat tinggi, bahkan dari tahun ke tahun meningkat.
Sektor udara menyumbang 1,6 persen terhadap PDB pada 2014 dan meningkat menjadi 1,62 pada 2019. Di sektor darat menyumbang 2,4 persen PDB pada 2014 meningkat menjadi 2,47 persen pada 2019.(vn)