GELORA.CO - Tidak akuratnya informasi yang disampaikan oleh Kapolda Sulawesi Tenggara Brigjen Merdysam terhadap masuknya 49 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China dinilai telah mempermalukan institusi Polri dan pemerintah.
Begitu yang disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, Rabu (18/3).
Neta berpendapat, sebagai Kapolda, Merdysam dianggap tidak cermat untuk melakukan check and recheck terkait informasi yang didapatnya. Ini lantaran Polda Sultra sebagai penanggung jawab keamanan yang memiliki perangkat intelijen seharusnya bisa lebih akurat dalam menyikapi isu-isu aktual di masyarakat.
“Hal ini menunjukkan bahwa koordinasinya sebagai pimpinan kepolisian sangat buruk dan fungsi intelijen di Polda Sultra tidak berjalan,” kata Neta.
Akibatnya, sambung Neta, pernyataan Merdy sebagai aparat penjaga keamanan dalam negeri menjadi sarat kebohongan yang pada akhirnya bisa meruntuhkan kepercayaan publik, tidak hanya pada Polri tapi juga pada pemerintah Jokowi.
“Mabes Polri harus segera mencopot Kapolda Sultra Brigjen Merdisyam,” tekan Neta.
Jenderal bintang satu tersebut juga dinilai telah melalukan kebohongan publik dan melanggar UU 19/2016 tentang perubahan UU11/2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE).
Tidak cuma UU ITE, tambah Neta, Merdysam juga dianggap mencoreng nama institusi. Untuk itu Neta meminta agar Kapolri menegakan Perkap 14/2011 tentang Kode Etik Profesi Polri, di mana dalam pasal 7 ayat 1 butir (b)
menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri dan butir (c) menjalankan tugas secara profesional, proporsional, dan prosedural.
“Di samping itu, pernyataan Kapolda Sultra itu telah melanggar janji di mana seorang pejabat publik tidak boleh berbohong dan manipulatif,” pungkas Neta.(rm)