OLEH: ACHMAD NUR HIDAYAT
CV19 telah merebak di berbagai propinsi dan telah menyebabkan kematian di luar ibukota.
Pasar keuangan global juga terguncang. Dalam satu bulan pasar saham amerika, pasar inggris, pasar kanada, pasar brasil, pasar rusia, pasar australia secara bersamaan telah turun diatas 25%.
Periode 20 Februari sampai 20 Maret 2020, pasar saham AS turun -26%; pasar saham UK turun -26%; pasar saham CA turun -25%; pasar saham BRA turun -27%; pasar saham RUS turun -20%, pasar saham AUS turun -24%.
Bursa Efek Indonesia dalam periode yang sama turun terburuk di dunia sebesar -30% dibandingkan bulan lalu (4,194 per 20/03). Bahkan rupiah sudah di level 16,354 dengan catatan bahwa biaya yang telah dikeluarkan BI untuk rebuy back SBN sebesar Rp195 triliun (ytd).
Pertumbuhan ekonomi Indoneasia diprediksi turun 1.2-1.5% menjadi 4.2-4.6% jatuh dibawah 5% tahun 2020, bahkan Sri Mulyani menginggatkan dengan skenario terburuk bisa tumbuh 0%.
Jumlah death toll rate, Indonesia yang tertinggi prosentasenya (8,67%), Italia (8.57%), Iran (7.29%), China (4%), USA (1.32%) dan Malaysia (0.29%).
Kombinasi turunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi, penurunan tajam rupiah, penurunan tajam IHSG, dan tingginya death toll rate, Indonesia tidak bisa seperti saat ini yaitu keraguan memberikan stimulus yang besar dan signifikan.
Stimulus yang dapat membantu rakyat atasi dampak social distanting diantaranya adalah pemberian BLT (Cash) untuk semua rumah tangga yang cukup besar seperti pola Jepang (Rp1.7 juta per rumah tangga) atau pola AS (Rp15 juta/dewasa), Menerbitkan aturan penangguhan pembayaran kredit masyakarat; Penurunan PPN; Subsidi UMKM untuk bayar karyawan dan alihkan dana-dana tunjungan dinas PNS untuk bangun RS darurat.
Stimulus akan memperbesar defisit menjadi 4-5% maka perlu kerjasama dengan DPR untuk merelaksasi aturan defisit max 3%.
Indonesia harus bersatu dan bukti bersatunya tersebut dengan diikuti aturan social distanting oleh warga masyarakat secara disiplin disamping kekompakan pemerintah pusat, daerah dan politisi DPR menerbitkan stimulus ekonomi yang signifikan.
Bila tidak, jangan kaget bila Indonesia adalah menjadi negara gagal dalam mengatasi CV19 dalam ekonomi dengan disertai angka kematian yang tinggi di dunia.
(Penulis adalah pengamat kebijakan publik)