GELORA.CO - Wabah virus corona (Covid-19) di Indonesia sudah barang tentu memberikan dampak ekonomi yang cukup signifikan. Utamanya, bagi masyarakat berupah harian.
Bagaimana tidak, kebijakan social distancing atau pembatasan kegiatan sosial yang diterapkan pemerintah, mengharuskan masyarakat bekerja dari rumah, sekolah dari rumah, dan beribadah dari rumah.
Hal ini berimbas kepada industri non formal seperti perusahaan transportasi, pedagang dan juga pekerja lepas harian. Sudah barang tentu jaminan penghidupam sehari-hari mereka juga tersendat karena kebijakan tersebut.
Bahkan kini bisa dikatakan, ancaman kematian bukan hanya disebabkan karena virus corona saja, tapi juga kematian karena kelaparan.
Hal inilah yang disoroti oleh pengamat ekonomi politik Ichsanudin Noorsy, Selasa (31/3).
"Yang dihadapi sekarang oleh masyarakat kecil, persoalannya adalah mati karena kelaparan atau mati karena bencana kesehatan. Seperti ojek dan segala macam yang kerja harian itu berhadapan dengan itu sekarang," ujar Ichsanuddin Noorsy.
Untuk itu, mantan anggota DPR RI tahun 1997-1999 ini mengatakan, jaminan hidup masyarakat Indonesia saat ini berada di tangan Presiden Joko Widodo.
"Itu berarti harus kembali ke penyelesaian kekuasaan presiden," tegasnya.
Hal pertama yang menurut Ichsanudin Noorsy mesti dilakukan Presiden Jokowi ialah menyetop pembayaran pokok dan bunga utang negara yang sejumlah Rp 646 triliun.
"Dunia mengakui bahwa sekarang ada bencana internasional. Berarti pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri, termasuk dengan obligasi, itu bisa kita tunda. Itu berarti kita punya duit di satu sisi," beber pria yang akrab disapa Ichan ini.
Kemudian di sisi yang lain, pemerintah juga sudah semestinya menghentikan alokasi anggaran untuk belanja pembangunan. Misalnya dana pembangunam infrastruktir dan pemindahan ibu kota baru.
"Belanja-belanja yang sifatnya tidak perlu itu dihentikan saja," kata akademisi Universitas Airlangga ini.
"Termasuk mungkin belanja barang, bukan hanya belanja modal, tapi belanja barang kita hentikan saja. Kenapa? Karena orang bisa mati karena kelaparan atau mati karena bencana kesehatan," demikian Ichsanudin Noorsy. (*)