GELORA.CO - Obat terbaik menghadapi virus corona baru atau Covid-19 adalah lockdown, bukan rapid test massal. Terlebih jika penyelenggaraan rapid test seperti yang dilakukan Pemerintah Kota Bekasi pada Rabu (25/3).
Begitu simpulan Direktur Eksekutif Center for Social, Political, Economic and Law Studies (Cespels), Ubedilah Badrun menanggapi rapid test massal yang digelar di Stadion Patriot Chandrabaga Kota Bekasi, Jawa Barat.
Rapid test berujung pada pengumpulan massa itu menjadi bukti bahwa pemerintah pusat gagal mengawal pemimpin daerah untuk mengikuti anjuran physical distancing atau menjaga jarak fisik antar sesama.
"Jadi obat terbaik hadapi corona adalah lockdown wilayah. Sebab dengan cara lockdown misalnya dua pekan, itu jauh lebih efektif memutus mata rantai penularan Covid-19," yakin Ubedilah Badrun kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (26/3).
Rapid test Covid-19, sambungnya, juga tidak memiliki tingkat akurasi yang bagus untuk mengecek apakah seseorang positif virus corona atau tidak.
Rapid test hanya membaca sistem imun tubuh, ketika virus masuk ke dalam tubuh, maka secara otomatis tubuh akan membuat imunnya.
“Tapi ini perlu waktu. Bisa jadi tesnya negatif karena imunnya belum terbentuk, padahal virusnya ada, bisa juga terbaca positif padahal virusnya sudah dimusnahkan oleh tubuh," jelas Ubedilah.
Apalagi kata Ubedilah, prosedur pengecekan yang direkomendasikan oleh dokter adalah dengan cara pengambilan spesimen menggunakan swab tenggorokan.
"Rekomendasi dokter justru bukan rapid test massal tetapi swab tenggorokan. Pengambilan spesimen lendir menggunakan swab dan pemeriksaan menggunakan PCR adalah metode yang paling akurat dalam mendeteksi virus SARS-COV2. Namun kelemahannya, pemeriksaan ini membutuhkan waktu yang lebih lama dan lebih rumit," terang Ubedilah.(rmol)