GELORA.CO - Harapan banyak disandarkan pada badan otorita yang memiliki tugas kawasan strategis pariwisata nasional. Hal ini lantaran BUMN yang ada di bidang pariwisata lamban dalam melakukan penetrasi.
Begitu kata pengamat pariwisata dari Don Adam Sharing Academy, Enggal Pamukty kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (11/3).
“Hal ini bisa dilihat dari pertumbuhan atraksi wisata yang dikelola BUMN. Sementara daerah-daerah selain Bali, bukannya berkembang yang ada wismannya menurun,” ujarnya.
Enggal Pamukty mengurai bahwa di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara wisatawan asing tidak sulit ditemukan pada tahun 1970, 1980, dan 1990-an. Sementara di tahun-tahun terakhir ini justru yang terhadi sebaliknya.
Hal itu yang kemudian membuat pemerintah membentuk badan otorita. Badan yang seharusnya membawa harapan baru seiring dengan ditetapkan pula pariwisata sebagai sektor unggulan pemerintah.
“Sayangnya, semangat presiden tidak selalu seirama frekuensi dengan lapangan, beriring waktu badan otorita seperti tidak jelas siapa ayah yang harus membesarkannya,” sambungnya.
Sebagai satuan kerja (satker), badan otorita seharusnya menginduk pada Kementerian Pariwisata. Ini mengingat anggaran ada di sana dan penempatan staf pun dari Kementerian Pariwisata.
“Sialnya keberadaan pegawai di badan otorita menjadikan nasib mereka tidak jelas, kesetaraan eselonisasi tidak terang. Bahkan cenderung mereka sudah seperti bukan bagian dari Kementerian Pariwisata lagi?” sambungnya.
Selain itu, sambung Enggal Pamukty, beban pegawai beban makin besar, baik psikologis maupun fisik di lapangan. Sedang di satu sisi, tidak ada upaya untuk merangkul profesional.
“Kini muncul guyonan, ini bukan lagi anak tiri tapi sudah seperti anak haram saja,” tutupnya. (Rmol)