Alumni 212: Jokowi Harus Hati-hati Pilih Pemimpin IKN, Kasus Ahok Masih Diingat Umat

Alumni 212: Jokowi Harus Hati-hati Pilih Pemimpin IKN, Kasus Ahok Masih Diingat Umat

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Presiden Joko Widodo diharapkan tidak sekehendak hati memilih Kepala Otoritas Ibukota Negara (IKN) baru nantinya.

Ketua Aliansi Anak Bangsa (AAB), Damai Hari Lubis mengatakan, tidak adanya pemerintah daerah dan DPRD membuat Presiden Jokowi berpotensi sekehendak hati memilih Kepala Badan Otoritas IKN.

"Tentunya seharusnya tidak serta merta dapat memilih sekehendak hati atau suka-suka Jokowi saja, asas legalitas mesti ada, bukan sekadar legitimasi (kebijakan yang dipaksakan)," ujarnya, Kamis (5/3).

Apalagi, kata Damai, Presiden Jokowi telah membocorkan empat nama yang menjadi calon Kepala Otoritas IKN nantinya. Mereka adalah Menristek Bambang Brodjonegoro; Dirut WIKA, Tumiyana; Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, dan mantan gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

"Seperti isu yang tersebar dari berita media, bahwa ada bakal semacam kebijakan presiden untuk memilih candidad CEO IKN, dan yang akan ditunjuk salah satunya adalah Ahok," jelasnya.

Terkhusus Ahok, Damai menilai bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta itu merupakan pribadi yang memiliki banyak masalah.

"Ahok masih perlu kejelasan hukum atas masa lalunya selaku wagub dan gubernur DKI periode sebelum Anies," katanya.

Selain itu, Damai menilai Ahok terpapar isu karakter dan trust terhadap korupsi. Apalagi, IKN nantinya berhubungan dengan pengelolaan anggaran pembangunan serta fasilitas di dalamnya.

Tidak cukup sampai di situ, Damai juga mengingatkan bahwa mantan narapidana penistaan agama itu merupakan sosok yang berperangai kurang baik kepada masyarakat kecil. Bahkan Damai yakin kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok sulit untuk dilupakan dari ingatan umat Islam.

"Umat juga masih punya catatan yang tidak dapat dipungkiri bahwa dia berstatus eks napi dan telah terbukti secara hukum menistakan ayat suci umat muslim," tutur alumni 212 itu.

Dengan demikian, Damai mempertanyakan apakah DPR menyetujui pemindahan Ibu Kota Negara dengan merevisi sistem regulasi yang ada atau tidak.

"Sekali lagi pendapat saya, apakah DPR RI sebagai wakil rakyat menyetujui kepindahan ibukota negara ini? Di antaranya setujukah merevisi beberapa sistem regulasi dan atau perundang-undangan yang masih mengikat," pungkasnya. (rm)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita