GELORA.CO - Kritik kepada pemerintah terkait kebijakan penanggulangan defisit ekonomi masih terus terjadi. Pasalnya, pemerintah menyebutkan bahwa amblasnya ekonomi RI karena dampak dari virus corona (Covid-19) yang berasal dari Wuhan, China menyebar di dunia.
Pada pekan kemarin pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Kabinet Indonesia Maju mulai keteteran menghadapi penyebaran virus ini.
Beberapa kebijakan pun dikeluarkan dan mendapat tanggapan kritis oleh banyak kalangan. Misalnya saja seperti yang baru-baru ini digaungkan pemerintah, yakni menanggulangi minus pendapatan di sektor pariwisata dengan berbagai insentif.
Dari kalangan politisi ada Ketua DPP Partai Demokrat, Jansen Sitindaon yang berkomentar. Ia menyoal kebijakan pemerintah yang membuka akses pariwisata di tengah penyebaran virus corona.
Sementara negara seperti Arab Saudi pun menutup arus keluar masuk manusia dari negara lain, meskipun dengan tujuan ibadah umrah.
Baca: Ketua Demokrat: Negara Lain Fokus Tutup Perbatasan, Kok Kita Malah Sibuk Ngundang Orang?
Tak hanya dari kalangan politisi yang mengkritik pemerintah soal ini. Tapi, dari kalangan akademisi bidang negara, kesejahteraan dan sosial dari University of California, Berkeley, Sirojudin Abbas.
Ia mengaku sependapat dengan Jansen Sintindaon. Sebab menurutnya, membuka akses keluar masuknya manusia dari negara lain, utamanya di tengah kondisi wabah virus corona, justru memberikan efek domino yang lebih besar lagi terhadap perekonomian domestik.
"Dasar kritik Jensen adalah, semestinya Indonesia juga membuat kebijakan tutup pintu seperti sebagian negara lain," ungkap Sirojudin Abbas saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (1/3).
Tetapi secara kebijakan, Sirojudin Abbas melihat Indonesia punya sudut pandang tersendiri untuk mengelola perekonomian dalam negeri ditengah mewabahnya virus corona.
"Tampaknya, insentif khusus untuk sektor pariwisata adalah cara pemerintah untuk mengerem laju penurunan pendapatan di sektor tersebut," ujar Direktur Eksekutif Saiful Mudjani Research and Consulting (SMRC) ini.
Meski begitu, Sirojudin Abbas berharap kepada pemerintah untuk menjelaskan secara gamblang di balik kebijakan memberikan insentif di sektor pariwisata.
"Pemerintah semestinya bisa menjelaskan alasan-alasan logis dan strategis di balik kebijakan tersebut ke publik nasional," ucap Sirojudin Abbas.
"Kritik Jansen dari Partai Demokrat perlu ditanggapi pemerintah dengan menjelaskan alasan dan tujuan strategis stimulus tersebut," tambahnya.
Adapun terkait sejumlah insentif yang tengah dipersiapkan pemerintah untuk menanggulangi krisis pariwisata dalam negeri adalah dana yang disiapkan sebanyak Rp 10,3 triliun.
Di mana, untuk sektor pariwisata dianggarkan sebesar Rp 298,5 miliar, dengan rincian insentif untuk maskapai dan travel agent sebesar Rp 98,5 miliar, anggaran promosi wisata Rp 103 miliar, kegiatan pariwisata Rp 25 miliar, dan influencer Rp 72 miliar.(rmol)