GELORA.CO - Setelah menjabat komisaris utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok masuk nominasi menjadi Kepala Otoritas Ibukota Negara (IKN).
Ahok ada di urutan kedua calon kepala IKN yang disampaikan Presiden Joko Widodo. Tiga lagi, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro, CEO PT Wijaya Karya (Persero) Tbk Tumiyono, dan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Irres), Marwan Batubara mengatakan, sama seperti Ahok ditunjuk menjadi komut Pertamina, masuknya nama mantan gubernur DKI Jakarta itu sebagai kepala IKN lebih pada kepentingan orang-orang di belakang Istana.
"Dia tidak kredibel dan tidak memiliki kemampuan, tapi karena kepentingan apakah konglomerat atau ideologi dan China sebagai negara, makanya dia selalu dipertahankan, dikasih jabatan," ujar Marwan Batubara kepada redaksi, Jumat (6/3).
Jelas dia, inilah yang sebenarnya melatarbelakangi Ahok tetap diistimewakan.
Dan di sisi lain, Jokowi juga terkesan tersandera karena telah banyak dibantu oleh konglomerat yang berafiliasi dengan Ahok.
Adapun alasan Ahok figur yang bersih, sehingga tepat menjadi komut Pertamina dan kini dicalonkan sebagai kepala IKN, menurut Marwan Batubara, alasan itu sama sekali tidak tepat. Dalam catatannya, politisi PDI Perjuangan itu banyak melanggar hukum.
"Dia dikampanyekan bersih dan kredibel, padahal dia korupsi. Dugaan saya, dia lolos karena rezim dan penegak hukum melindunginya," ungkapnya.
Ahok diketahui pernah dipidana kasus penistaan agama, dia dipenjara kurang dari 2 tahun. Selain dipidana kasus penistaan agama, mantan suami Veronica Tan itu juga berpeluang dijerat dalam berbagai dugaan korupsi.
Seperti, kasus RS Sumber Waras, kasus lahan taman BMW, kasus lahan Cengkareng Barat, kasus dana CSR, kasus korupsi di Belitung Timur, kasus Reklamasi, kasus dana nonbudgeter, dan kasus penggusuran brutal.
Jadi dia sangat tidak qualified," tutup Marwan Batubara, penulis buku "Usut Tuntas Dugaan Korupsi Ahok: Menuntut Keadilan untuk Rakyat". (Rmol)