Tanggapi Tuntutan Aksi 212, Pengamat: Koruptor Dipotong Tangan Itu Bak Mimpi di Siang Bolong

Tanggapi Tuntutan Aksi 212, Pengamat: Koruptor Dipotong Tangan Itu Bak Mimpi di Siang Bolong

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Hukuman berat bagi para koruptor menjadi tuntutan yang diserukan peserta Aksi 212 yang digelar di Patung Arjuna Wiwaha pada Jumat (21/2) kemarin. Aksi tersebut mengusung tema “Berantas Megakorupsi, Selamatkan NKRI.

Ketua Front Pembela Islam (FPI) Ahmad Sobri Lubis bahkan menyerukan agar para koruptor dihukum potong tangan.

Pengamat politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah mengaku setuju dengan hukuman berat tersebut. Pasalnya hanya dengan begitu koruptor bisa jera.

Namun demikian, Dedi mengakui bahwa seruan tersebut sulit diterapkan di Indonesia.

"Terlalu sulit menerapkan hukuman potong tangan di Indonesia, karena itu harus mengubah dasar-dasar hukum negara," ujarnya, Minggu (23/2).

Dia menilai hukuman berat memang harus ada, tapi jangan sampai sadistis. Paling rasional adalah mengembalikan semua kerugian negara dan semua pembiayaan selama proses pembuktian di persidangan harus ditanggung terdakwa.

“Kemudian, hak politik koruptor harus dicabut secara permanen, jika perlu termasuk hak politik keluarga inti dari koruptor," jelas Dedi.

Walau demikian, Dedi juga mengaku pesimis jika hukuman berat tersebut dapat terlaksana. Bahkan ia menganggap harapan tersebut hanyalah seperti mimpi pada siang hari, yang sebatas menjadi angan-angan hampa.

"Mengusulkan hukuman berat koruptor seperti mimpi siang hari, karena kita tahu pemerintah justru memgambil sikap sebaliknya, menempatkan korupsi sebatas kejahatan biasa dan membatasi wewenang KPK, bahkan terkesan ramah terhadap pelaku korupsi," pungkasnya. (rm)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita