GELORA.CO - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menyatakan akan ada perubahan signifikan dalam peta politik Indonesia dalam empat tahun mendatang. Dimana regenerasi merupakan sebuah keniscayaan dalam dunia politik termasuk di Indonesia.
Meski mendukung anak-anak muda untuk jadi pemimpin, di atas podium dalam acara pengumuman calon kepala daerah yang diusung PDIP di kantor DPP PDIP, Jakarta, Presiden Indonesia ke-5 itu sekaligus menyampaikan sejumlah kritik keras.
Megawati menyindir ulah elite-elite politik yang membangun kekuasaan dengan memaksa keluarganya untuk maju dan bersaing dalam kontestasi politik pada tahun 2024.
"2024 Akan terjadi regenerasi. Kita-kita ini akan fading away. Yang mestinya maju itu, yang mestinya didorong itu anak-anak muda. Tapi berhentilah. Kalau kalian punya anak, anaknya itu tidak bisa jangan dipaksa-paksa. Jengkel loh saya," ujar Megawati, Rabu (19/2/2020).
"Lah iya loh. Ngapain sih. Kayak nggak ada orang. Kader itu ya anak kalian juga loh. Gimana ya. Kalau nggak anak-ne (anaknya), kalau nggak istri-ne (istrinya), kalau nggak ponakan-ne (ponakannya)."
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyampaikan perlu dilihat momentum dan konteks saat putri Bung Karno itu menyampaikan sindiran. Adi menyebut pidato itu disampaikan dalam forum internal partai berlambang banteng di kantor partai.
"Paling utama Megawati ingin mengingatkan internal PDIP," ujar Adi. Peringatan itu bisa ditafsirkan siapapun tak boleh membawa keluarga besarnya dalam kekuasaan tanpa melalui proses politik yang matang. "Bukan ujug-ujug merekrut anggota keluarga yang langsung lompat ke jantung kekuasaan."
Memang dalam arahan politik pada kader-kadernya, Megawati menyebut saat menandatangani surat rekomendasi dari DPP PDIP perihal penetapan calon kepala daerah, dirinya melihat sejumlah nama yang terkait dengan politisi atau pejabat partai.
"Waktu teken saya lihat, ini anaknya si ini, ini istrinya si itu. Ini terakhir saya beri kesempatan seperti ini. Di 2024 saya berkehendak semuanya itu anak-anak muda yang maju. Sudah, cukuplah," ujar Megawati.
Adi juga berpendapat, publik juga bisa menilai pidato itu sekaligus refleksi Megawati atas dirinya sendiri. Faktanya, keluarga Megawati juga memegang kekuasaan dalam partai. "Anak-anak juga punya jabatan di negara ini. Jadi ada yang bilang pidato itu untuk refleksi Mega sendiri"
Persepsi publik pun bisa mengarah pada Presiden Joko Widodo ketika mendengar orasi Megawati. Menurut Adi, tiba-tiba anak sulung mantan Wali Kota Solo itu, Gibran Rakabuming Raka dan menantunya, Bobby Afif Nasution ingin maju dalam Pilkada serentak 2020.
Gibran mengikuti jejak ayahnya sebagai Wali Kota Solo, sementara Bobby maju di kota Medan. "Ya anak dan mantu Jokowi kan ujug-ujug masuk politik," ujar Adi yang juga pengajar di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Dan terakhir ujar Adi, pesan-pesan Megawati tersebut bisa saja ditafsirkan diarahkan pada eksternal PDIP. Apalagi saat itu Megawati dengan spesifik menyebut tahun 2024. "Jangan lupa 2024 ada kontestasi Pilkada, Pileg, dan Pilpres yang digelar secara bersamaan," katanya.
Sehingga sindiran tersebut bisa juga dipahami anak-anak elite politik di negara ini yang terkesan dipaksakan untuk maju dalam Pilpres 2024. Kalau seperti itu pemahamannya, menurut Adi pasti langsung merujuk pada Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.
Publik selalu berusaha mengaitkan pernyataan Megawati dengan konfrontasi politik. Terutama dengan SBY yang dinilai tak pernah selesai. "SBY kan seakan-akan menggelar karpet biru untuk putra mahkotanya AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) untuk maju dalam Pilpres 2024," kata Adi.
AHY memang disebut-sebut akan menggantikan SBY sebagai Ketum Partai Demokrat. Saat Pilpres 2019 lalu pun Partai Demokrat sangat intens melakukan lobi agar AHY jadi pendamping salah satu calon presiden.
"Intinya jadi sindiran ini menyasar siapa saja. Bisa menyentil siapa saja bagi yang merasa mendorong-dorong keluarganya. Ibaratnya sebuah pisau yang bermata banyak," kata Adi.
Sementara pengamat politik Ray Rangkuti menyebut sindiran tersebut muncul karena Megawati merasa ada gelagat munculnya kembali nepotisme di dalam partai politik yang dipimpinnya. Menurut Ray kritikan ini sangat positif bukan hanya bagi PDIP semata namun juga bagi jalannya demokrasi di Indonesia.
"Ibu Mega sepertinya merasa gerah prosedur yang telah disepakati bersama dilangkahi. Kalau begini terus ngapain juga dibuat aturan mekanisme partai," ujar Ray Rangkuti.(dtk)