Polemik Pengembalian Penyidik KPK, Pengamat: Kemana Dewas, Jadi Jangkar Kepentingan Elit?

Polemik Pengembalian Penyidik KPK, Pengamat: Kemana Dewas, Jadi Jangkar Kepentingan Elit?

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengembalikan sejumlah penyidik ke institusi asalnya, baik di Polri maupun Kejaksaan Agung. Namun, hal ini belakangan menjadi polemik yang dianggap sebagai satu cara melemahkan lembaga antirasuah.

Hal itu terbukti dari 4 orang penyidik yang disebutkan KPK dipulangkan karena kepentingan institusinya. Padahal, masa tugas mereka baru akan berakhir pada penghujung tahun 2020 ini.

Dua orang di antaranya berasal dari Polri, yakni Kompol Rossa Purbo Bekti dan Kompol Indra. Sedangkan penyidik dari unsur Kejaksaan Agung ialah Sugeng dan Yadyn.

Semua runtutan cerita ini kemudian menjadi semakin aneh, ketika Kamis kemarin (6/1) Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Raden Prabowo Argo Yuwono, menyampaikan penolakan pengembalian Kompol Rossa Purbo Bekti.

Lalu, ada apa sebenarnya dengan pengembalian para penyidik KPK ini? Apakah Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah mengetahui maksud tindakan komisioner KPK ini?

Begitulah pertanyaan yang dilontarkan Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti. Katanya, pertanyaannya itu terkait dengan peranan Dewas sebagai unsur penegak etik di internal KPK, khususnya bagi para komisioner yang nampak tidak ambil peran menangani polemik ini.

"Seperti telah diduga sejak dari awal bahwa lembaga-lembaga pengawas semisal Dewan Pengawas KPK tidak akan banyak berfungsi dalam rangka menegakan etik," kata Ray Rangkuti saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (7/1).

Alih-alih dibentuk guna membantu kerja etik lembaga antirasuah, justru Dewas menambah daftar panjang praktik pelemahan KPK. Sebab selama satu bulan terakhir ini, sikap Dewas cendrung menutup-nutupi permasalahan yang sebenarnya terjadi di dalam suatu kasus yang tengah ditangani.

Ray Rangkuti menyebutkan satu contoh kasus yang luput dari perhatian Dewas, yakni suap Wahyu Setiawan.

"Sebut saja soal lamanya penangkapan buronan HM, adanya silang pendapat antara komisioner KPK dengan Dewas sendiri, soal izin melakukan penggeledahan di kantor partai (PDIP)," beber akademisi dari Kampus Syarif Hidayatullah UIN Jakarta ini.

Oleh karena itu, Ray Rangkuti menilai Dewas KPK telah bersikap diam atau menunjukkan peranan yang tidak memperkuat KPK. "Atau tidak menjaga Marwah KPK, tapi mungkin jadi jangkar bagi kepentingan elit dan kekuasaan," sebut Ray Rangkuti.

"Miris melihat bahwa orang-orang baik yang penuh integritas di Dewas KPK hanya mampu bersikap diam dalam merespon situasi ini," tambahnya.[rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita