GELORA.CO - Universitas Negeri Semarang (Unnes) membebastugaskan sementara seorang dosennya terkait tuduhan ujaran kebencian kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) lewat posting-annya di media sosial. Dosen bernama Dr Sucipto Hadi Purnomo itu pun buka suara soal posting-an tersebut.
Posting-an yang dimaksud pihak kampus diunggah pada Senin (10/6/2019) di akun Facebook Sucipto. Dalam posting-an tersebut tertulis, 'Penghasilan anak-anak saya menurun drastis pada lebaran kali ini. Apakah efek Jokowi yang terlalu asyik dengan Jan Ethes?'.
"Iya benar yang itu, apakah menghina Jokowi? Itu satire," kata Sucipto saat dimintai konfirmasi detikcom, Sabtu (15/2/2020).
Sucipto menyebut posting-annya itu sudah melewati masa pilpres. Unggahan satire yang dia tulis itu juga untuk menyinggung orang-orang yang selalu menyalahkan Jokowi.
"Saat itu kan trending Jokowi yang jalan-jalan dengan Jan Ethes, beritanya gegap gempita. Itu kan menimbulkan rasa iri, kemudian orang-orang, jika ada yang tidak beres, kemudian menyalahkan Jokowi, dikit-dikit salah Jokowi. Apakah saya menyalahkan Jokowi? Asyik sama Jan Ethes apa salahnya, tanda tanya pula. Satirenya ke yang menyalahkan Jokowi," jelas Sucipto.
Meski begitu, Sucipto bakal mengikuti keputusan penonaktifan sementara dirinya sebagai dosen. Dia tidak akan melakukan perlawanan.
"Saya disuruh nonaktif, ya nonaktif saja, tidak boleh membimbing mahasiswa ya tidak membimbing. Saya tidak akan membebani Rektor dengan melakukan perlawanan. Kan beliau masih menghadapi masalah," tutur mantan Kepala Humas Unnes itu.
Sucipto dibebastugaskan sementara dari tugasnya berdasarkan Keputusan Rektor UNNES Nomor B/167/UN37/HK/2020. Dia mengaku mengikuti proses pemanggilan oleh tim pemeriksa yang diketuai Wakil Rektor II Unnes, Dr S Martono.
"Tanggal 11 Februari (Selasa) saya datang memenuhi panggilan. Tim pemeriksa mengajukan pertanyaan soal 'apakah benar unggahan Pak Cip?" katanya.
Sucipto lalu mengungkapkan sejumlah materi klarifikasi yang dilakukan pihak kampus kepadanya. Mulai pertanyaan soal dugaan ketidaknetralan sebagai ASN hingga akitvitasnya sebagai anggota tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti).
"Juga soal saya yang telah dipanggil Polda sebagai saksi terlapor berkaitan dengan plagiasi Saudara FR di UGM," ujarnya.
Sucipto mengaku sempat berdebat dengan tim pemeriksa soal standard operating procedure (SOP) pemeriksaan. Sucipto mengaku ingin diberi waktu untuk mempelajari SOP. Namun, sehari setelahnya, sudah muncul surat keputusan.
"Pemeriksaan belum sampai substansi. Rabu sudah ada SK yang saya terima hari Jumat," katanya.
Sementara itu, Kepala UPT Humas Unnes Muhammad Burhanudin dalam rilisnya menyebutkan Unnes sudah melakukan klarifikasi kepada yang bersangkutan berdasarkan surat permintaan dari Kemendikbud.
"Unnes telah melakukan pemanggilan dan klarifikasi terhadap dosen tersebut berdasarkan surat permintaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18211/A3.2/KP/2020 tertanggal 23 Januari 2020," kata Burhan.
Ia menjelaskan dosen yang bersangkutan dibebastugaskan sementara selama masa pemeriksaan hingga turun keputusan tetap.
"Dosen tersebut diperiksa karena mengunggah posting-an yang diduga mengandung penghinaan terhadap Presiden Republik Indonesia dan ujaran kebencian di media sosial Facebook pribadinya," jelasnya.
Burhan melanjutkan, hasil pemeriksaan diteruskan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk diproses lebih lanjut. Kemudian melalui Keputusan Rektor UNNES Nomor B/167/UN37/HK/2020, dosen tersebut dibebastugaskan sementara dari jabatan dosen untuk menjalani pemeriksaan yang lebih intensif.
"Rektor Unnes menyampaikan, kampusnya sangat tegas terhadap unggahan di media sosial dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa Unnes yang berisi penghinaan terhadap simbol NKRI dan kepala negara. Pasal 218 ayat 1 RKHUP menyebutkan setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dapat dikenai pidana," katanya.
"Ujaran kebencian dan penghinaan yang diunggah di media sosial juga diduga melanggar UU RI No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," imbuh Burhan.
Ia juga menyampaikan pesan Rektor Unnes untuk bijak dalam bermedia sosial. Burhan juga menyebut Unnes juga memiliki kewajiban menanamkan rasa cinta tanah air, menjaga keutuhan NKRI, dan mempertahankan nama baik Presiden sebagai simbol Negara Indonesia.
"Belajar dari persoalan ini, Rektor Unnes mengajak untuk bijak dalam bermedia sosial. Sesuai dengan surat edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2018, Rektor Unnes mengajak aparatur sipil negara (ASN) berperan membangun suasana yang kondusif di media sosial," pungkasnya.[dtk]