GELORA.CO - Penolakan sebagian warga Pulau Natuna pada keputusan pemerintah mengkarantina WNI yang dievakuasi dari Wuhan, Hubei, Republik Rakyat China, di kampung halaman mereka didasarkan pada kekhawatiran penyebaran virus Corona.
Rasa khawatir itu dipicu pada keraguan pada kesiapan fasilitas yang dibutuhkan untuk mengobservasi dan menangani penyebaran virus.
Tokoh Natuna, Rodhial Huda, dalam surat terbuka yang disebarkannya kemarin (Sabtu, 1/2), menyarankan agar WNI yang akan diobservasi itu ditempatkan di kapal laut milik TNI AL yang jauh dari pemukiman penduduk.
Menurut Rodhial Huda, ini adalah jalan keluar yang tidak akan menimbulkan kekeresahan di tengah masyarakat Indonesia.
“Apresiasi kami terhadap Pernyataan Pemerintah bahwa yang paling siap untuk mengevakuasi ini adalah TNI, bahkan sudah mempersiapkan pesawat udara, tenaga medis dan rumah sakit,” ujar Rodhial Huda membuka saran.
“Agar penempatan karantina di Indonesia tidak meresahkan masyarakat, maka saran kami bahwa landing pertama pesawat pengangkut langsung saja dari Wuhan ke Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta,” sambungnya.
Dari Bandara Halim Perdanakusuma, WNI yang dievakuasi dapat dibawa dengan bis khusus ke Kapal RS TNI AL.
Kemarin, Rodhial Huda menyarankan agar pemerintah segera mempersiapkan kapal RS TNI AL sebagai tempat karantina yang dilabuhkan di Teluk Jakarta.
“Jakarta adalah kota yg paling lengkap fasilitas apapun di Indonesia ini,” sambungnya.
Adapun pesawat Batik Air yang mengevakuasi 238 WNI dari Hubei telah mendarat di Bsndara Hang Nadim, Batam, Minggu pagi (2/2). Lalu WNI yang dievakuasi telah pula diterbangkan dengan pesawat TNI AU ke Pulau Natuna ke lokasi observasi. Mereka akan dipantau selama 14 hari. []