Oleh: Girindra Sandino*
KETUA Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politiknya saat pengumuman calon kepala daerah, di DPP PDIP, 19 Februari 2020. Gaya pidato politik yang ditampilkan Megawati ingin menunjukkan bahwa dirinya seorang solidarity maker, demokratis, egaliter dan Paternalistik.
Sebagai seorang solidarity maker dan egaliter tentunya gaya komunikasi politiknya pun tidak seperti tokoh-tokoh politik lain, Megawati menggunakan bahasa komunikasi "wong cilik", agar pesan politiknya sampai pada kaum bawah yang memang asing terhadap "bahasa politik" yang terlalu tinggi.
Demokratis, Megawati berharap bawah siapapun kader PDIP berhak maju, bahkan mendorong kaum muda untuk tampil di tahun 2024, walau katanya jangan dipaksakan. Paternalistik, walau seorang perempuan, Megawati mampu menunjukkan dirinya sebagai "bapak" dalam politik di gelanggang politik Indonesia, khususnya dalam parpolnya.
Kembali ke pidato politik Megawati, walau dengan membaca teks, entah siapa yang membuatnya, beliau ingin dalam Pilkada 2020 yang maju adalah para petahana, tentu hal tersebut merupakan poin penting arahan Megawati kepada kadernya, karena petahana memiliki sumberdaya politik yang besar, sehingga tidak memerlukan energi politik dan biaya yang mahal untuk mengulang kembali strategi dalam merebut hati rakyat dalam memilih kadernya yang menjadi calon kepala daerah (Cakada).
Pun demikian, dari tiap perhelatan Pilkada petahana kerap kali melakukan pelanggaran pemilu/pilkada, sebut saja menggerakan ASN, menggunakan sumber daya negara dan lain-lain.
Oleh karena itu, Bawaslu dan jajarannya di daerah harus sudah mengantisipasi hal ini, serta memetakan kerawanan pelanggaran petahana, jangan diam saja, sosialisasikan kepada masyarakat tentang aturan yang tidak boleh dilanggar oleh petahana, agar partisipatipasi masyarakat aktif ikut dalam pengawasan, yakni pengawasan partiisipatif.
Prediksi saya, yang selalu mencermati kontestasi demokrasi lokal maupun nasional, petahana yang paling banyak melakukan pelanggaran. Apalagi tingkat kompetisi politik lokal, harus benar-benar waspada.
Soal isi pidato politik Megawati yang tidak menginginkan dinasti politik, rupanya harus dikritik, karena dirinya sendiri produk dinasti politik.
Dalam literature ilmu politik suka maupun tidak suka fenomena dinasti politik tak mengenal batas kultur, sistem, dan wilayah politik. Kepemimpinan kerapkali merupakan hal yang bersifat emosional ketimbang intelektual dan teknikal.
Sebagai contoh, misalnya terjadi di India, Pakistan, dan di Negara lain di kawasan Asia, tetapi juga di Amerika Serikat. Di AS, dikenal "dinasti Bush" dimana Presiden Bush Jr (2001-2008), merupakan putra George Herbert Walker Bush (Presiden AS 1989-1993).
Di India Jawahrlal Nehru dengan dinasti politiknya, yakni Dinasti Gandhi pada Indira Gandhi dan Rajiv Gandhi. Myanmar, tokoh demokrasi Aung San Suu Kyi adalah puti pejuang nasional Jenderal Aung San.
Filiphina, Coru Aquiono adalah istri Benigno Aquiono. Gloria Macapagal Arroyo adalah putri Presiden Diosdago Mascagapal. Di Sigapura, Lee kuan Yew kokoh menancapkan dinasti Lee. Di Korea Utara Kim Jong II dan keluarganya. Di Indonesia, yakni dinasti Soekarno.
Memang dalam pidatonya Megawati mengatakan agar anak muda yang tidak memilki kompetensi agar tidak dipaksakan. Saya kira itu pernyataan yang otoriter, mungkin Megawati lupa atau tidak tahu sama sekali bahwa konstitusi kita menjamin seseorang untuk duduk di pemerintahan, bahwa "setiap warga negara juga berhak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan". (UUD 1945 Pasal 28D ayat 3).
Dalam Pasal 7 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa "Semua orang sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun".
Penegasan konstitusi hak politik warga negara juga tertuang dalam UU tentang HAM khusus Pasal 43 ayat: 1. Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. 3. Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.
Pada bagian lain masyarakat dunia melalui Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (MU PBB) telah memproklamasikan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948. Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia terdiri atas 30 pasal memuat pokok-pokok hak asasi manusia dan kebebasan dasar.
Dengan demikian, di dalamnya tidak saja mencakup hak sipil dan hak politik (hak sipol) melainkan juga hak ekonomi, sosial, dan budaya (hak ekosob). Hak-hak yang tercantum dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia ini merupakan bentuk pengakuan terhadap hak asasi manusia secara tertulis yang keberadaannya diakui oleh hampir seluruh negara di dunia.
Sehingga walaupun Megawati mendorong anak muda untuk maju, namun jika tidak memiliki kompetensi agar tidak dipaksakan mengandung banyak tafsir. Bahkan banyak media mengarahkan ke anak Jokowi, yakni Gibran.
Mungkin tidak dimasukannya Gibran dalam bursa calon kepala daerah melalui Megawati, Megawati sendiri ingin menghindar, agar yang berbicara kader PDIP yang lain, atau istilahnya "melalui mulut orang lain".
Bagi saya pribadi, dipaksakan atau tidak adalah hak asasi manusia atau hak politik seseorang. Biarkan anak muda belajar dengan sendirinya. Dalam bidang apapun tidak ada manusia lagsung menjadi seorang yang profesional dalam bidangnya semua harus melalui proses panjang.
Jadi, maju saja wahai anak muda walau kompetensimu belum layak diperhitungkan, ini politik, bukan ilmu pasti yang eksak. Semua kemungkinan dapat terjadi.
*) Direktur Eksekutif Indonesian Democratic Center for Strategic Studies (IdecenterS).