Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan
JIKA kita Googling "Luhut Binsar Panjaitan meet Ivanka Trump", tidak ada media Amerika yang memberitakan. Media berbahasa Inggris yang memberitakan hanya Straitstime, media Singapura, di mana Pereira pernah bekerja.
Siapa Pereira? Dia adalah mantan wartawan Straitstimes yang membuat Pereira International PTE. Perusahaan ini pada tahun 2015 dicatat menerima 80.000 dolar AS dari rezim Jokowi untuk melobby agar bisa menghadap Presiden Amerika.
The New Mandala, media analisis berbasis di Melbourne, mengatakan Pereira menggunakan uang tersebut untuk menyewa "the services of Las Vegas based R&R Partner, Inc. R&R inilah yang memuluskan jalan Jokowi ketemu Obama kala itu.
New Mandala mengolok-olok peristiwa itu. Kenapa uang rakyat Indonesia, khususnya pembayar pajak, yang digunakan untuk membiayai kantor kedutaan (Indonesia Embassy) tidak melakukan fungsinya? Kenapa harus mengeluarkan uang lebih banyak demi bisa bertemu lewat jalur lobby swasta?
Itu peristiwa 2015.
Kemarin lalu, LBP dengan bangga mengatakan ketemu anaknya Trump, Ivanka. Dalam hubungan ketatanegaraan, tidak ada hubungan kerja Kementerian Maritim RI dengan Bisniswoman IVANKA, meski dia advisor Trump. Dan bukankah fungsi hubungan internasional harus dilakukan Kementerian Luar Negeri?
Inilah kebingungan bangsa kita. Bepikir seolah-olah melakukan hal yang hebat, namun kurang pantas.
Lalu, kenapa kesannya harus terburu-buru ke Amerika?