Oleh: Zainal Bintang
CATATAN tentang kiprah politik Dr. Mahathir Mohamad yang dikenal di Malaysia dengan sebutan Dr M, sudah banyak tersebar ke seantero dunia. Yang paling aktual dan menarik saat ini adalah manuver politisi kawakan yang sudah berusia 94 tahun itu: Mendadak mengundurkan diri!
Dr M diangkat sebagai PM ke-7 hasil PRU (Pilihan Raya Umum) 2018. Meskipun dia lahir 10 Juli 1925 di Alor Setar, Malaysia, Dr M merupakan anggota parlemen Malaysia mewakili Langkawi di Kedah. Juli nanti Dr M usianya genap 95 tahun. Pejabat negara tertua di dunia hari ini.
DR M mendadak memantik perhatian dunia. Dengan langkah kilatnya mengundurkan diri dan menyerahkan mandat sebagai PM kepada Yang di Pertuan Agong Raja Malaysia Sultan Abdullah Riayatuddin pada hari Senin 24 Februari 2020. Yang melantik Dr M menjadi PM pada 10 Mei 2018 adalah Yang di Pertuan Agong Sultan Muhammad V setelah koalisi DR M memenangkan PRU Malaysia 9 Mei 2018.
Yang menarik dibahas adalah masa jabatan Dr M sebagai PM ke 7 diperoleh setelah memenangi PRU. Dia menjalin kesepakatan politik (konsensus) dengan musuh bebuyutannya AI (Anwar Ibrahim) yang berusia 72 tahun.
Tergabung dalam koalisi Pakatan Harapan. AI adalah ketua umum PKR (Partai Keadilan Rakyat) dan DR M ketua umum PPBM (Partai Pribumi Bersatu Malaysia), parpol baru yang dibentuknya setelah mundur dari UMNO 29 Februari 2016. Pakatan Harapan berhasil mengalahkan koalisi Barisan Nasional dimana di dalamnya didukung kekuatan laten partai UMNO yang menaungi Najib Razak mantan PM ke 6 yang kini terjerat korupsi MDB1.
Di dalam kesepakatan politik antara AI dan Dr M, setidaknya tercatat ada tiga hal penting. (1). Dr M akan menyerahkan jabatan PM kepada Anwar Ibrahim dua tahun setelah menjadi PM. Itu berarti akan jatuh tempo pada 10 Mei 2020. (2). Mengangkat Wan Azisah Wan Ismail (isteri Anwar Ibrahim) sebagai Deputi PM (Timbalan). (3). Akan memintakan pengampunan Raja Malaysia atas diri Anwar Ibrahim (yang dituduh terlibat kasus sodomi).
Janji Dr M yang nomer (2) dan nomer (3) memang telah dipenuhi. Wan Azisah jadi Deputi PM dan AI mendapat pengampunan Raja dan olehnya dia berhak menjadi anggota parlemen. AI memiliki legitimasi menjadi PM manakala memperoleh dukungan suara terbanyak atau simple mayority (mayoritas sederhana), yakni 122 suara dari 222 jumlah suara sah di parlemen Malaysia, berdasarkan Monarki Konstitusional atau Konstitusi Federal.
Persoalan menjadi rumit dan keruh ketika DR M melakukan gerakan “politik lari berputar” menjelang dead line pengalihan kekuasaan PM kepada AI. Adapun terminologi “politik lari berputar” adalah seloroh politik yang menggambarkan dua orang berkejaran dengan cara lari berputar: sehingga tidak jelas bagi rakyat “siapa yang mengejar siapa”. Sebuah tindakan yang diduga keras untuk membuat kompetitor politik tersesat di jalan yang terang.
Terkesan menghindari penyelesaian lewat konsensus formal dan kultural yang telah disepakati antara Dr M dan AI, mendadak DR M memutuskan mengembalikan mandat kepada Raja Malaysia dan mundur sebagai sebagai PM Senin 24 Februari 2020. Sikon politik di Malaysia terguncang bagaikan kena “badai” tsunami.
Sang Raja menerima permohonan DR M dan menunjuknya kembali sebagai PM sementara. Pertanyaannya apakah DR M dapat disebut PM ke 8 Malaysia? Ada beberapa media di Malaysia mengatakan: tidak bisa! Karena penunjukan raja itu adalah langkah politik bukan keputusan hukum.
Tapi, pemerintahan Dr M sudah kadung berantakan, Kabinet Dr M ikut pula bubar alias batal demi hukum. Raja Malaysia melakukan pencabutan 26 jabatan menteri. Menyebabkan runtuhnya pemerintahan koalisi Pakatan Harapan. Semua posisi administrasi (termasuk wakil perdana menteri, menteri, wakil menteri dan sekretaris politik) telah diberhentikan, Langkah tersebut didasarkan pada Pasal 43 (5) Konstitusi Federal. Termasuk copotnya jabatan Timbalan PM Wan Azizah Wan Ismail. Masyarakat Malaysia menyebut kasus ini sebagai “dilemma” Mahathir yang menganggap Mahathir telah membawa Malaysia ke sebuah sudut gelap demokrasi.
Pertanyaannya, menjadi nyamankah masyarakat Malaysia kini dipimpin seorang PM Sementara, yang bukan PM ke 7 dan bukan pula PM ke8? Ironisnya sang PM ini tidak memiliki anggota kabinet sama sekali di dalam gedung pemerintahannya di Putrajaya. Sementara di luar jendela gedung Putrajaya nan megah rakyat Malaysia diperkirakan hanya tercenung menjadi galau diakibatkan sikon yang aneh ini.
Pertanyaan berikutnya: Betulkah Dr M tidak rela menjadikan AI sebagai PM karena khawatir oleh sikap tegas AI yang keras, tidak kenal kompromi, konsisten anti korupsi dan anti nepotisme yang bisa membahayakan bisnis keluarganya?
Putra Dr M dikenal sebagai salah satu konglomerat Malaysia yang ditengarai memonopoli sejumlah proyek besar atas lindungan kerajaan, sebagaimana pernah dibeberkan Anwar Ibrahim. (*)