GELORA.CO - Alhamdulillah rencana mensyahadatkan ratusan orang suku Tau Taa Wana yang dilakukan Mualaf Center Nasional Aya Sofya Indonesia, GIUS (Gerakan Islam Untuk Semua) serta Yayasan Dakwah Muallaf berhasil di realisasikan dan berjalan lancar. Acara yang berlangsung di Masjid Al-Furqan Mamosalato,Tokala, Kabupate. Morowali Utara, Sulawesi Tengah, Jumat (14/2/2020) tersebut diikuti oleh lebih dari 300 orang masyarakat suku Tau Taa Wana.
“Alhamdulliah acara berjalan lancar. Lebih dari 300 warga suku Tau Taa Wana yang ikut bersyahadat dan menjadi mualaf,” kata Ustadz Fitroh Fitroh Nazar Nurdin, Direktur Muallaf center Aya Sofya Indonesia melalui WhatsApp, Jumat malam.
Turut terlibat dalam kegiatan ini diantaranya adalah Ketua GIUS (Gerakan Islam Untuk Semua),Ustadzah Nevi Amalia Nanlohy dan Ustadz Insan Ls Mokoginta dari Yayasan Dakwah Muallaf.
Pihaknya juga mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang baik secar langsung atau tidak langsung yang telah membantu kelancaran terlaksananya acara tersebut. Apa lagi para donatur yang telah menyumbangkan harta benda mereka untuk kelancaran dakwah tersebut.
“Kami berterimaksasih kepada para dermawan dan berbagai pihak lainnya yang telah membantu kelangsungan acara ini baik dalam bentuk dukungan materi, moril dan doa. Insya Allah dakwah seperti ini akan terus kami lakukan,” ungkapnya.
Setelah ini, lanjutnya, pihaknya juga akan terus melakukan pembinaan terhadap para mualaf suku Tau Taa Wana agar pengetahuan mereka tentang Islam dan keimanan ketaqwaan mereka semakin meningkat.
Sebagaimana diketahui, Suku Wana adalah sebuah suku yang tinggal di pegunungan dengan sejarah yang sangat tua di dunia. Disegani dengan senjata sumpitnya yang beracun melebihi racun cobra.
Kerap disebut sebagai Tau Taa Wana, yang bermakna: orang yang tinggal di hutan. Namun, mereka juga kerap menyebut diri sebagai Tau Taa atau orang Taa.
Suku Wana dipercaya telah ada di Sulawesi sejak 8.000 tahun yang lalu. Sebelum akhirnya mendiami kawasan Pegunungan Tokala, Lipu Sumbol, Desa Taronggo, Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah.
Mereka berbicara dalam bahasa Taa, dan beragama animisme, penyembah pohon serta batu. Kerap hidup di semak-semak dan pepohonan. Mayoritas tidak dapat berbahasa Indonesia.
Hingga kini suku Wana banyak yang bertahan hidup dengan cara nomaden. Banyak yang masih belum berpakaian. Dan hidup sebagaimana Indonesia masih jauh dari zaman kemerdekaan.
“Alhamdulliah acara berjalan lancar. Lebih dari 300 warga suku Tau Taa Wana yang ikut bersyahadat dan menjadi mualaf,” kata Ustadz Fitroh Fitroh Nazar Nurdin, Direktur Muallaf center Aya Sofya Indonesia melalui WhatsApp, Jumat malam.
Turut terlibat dalam kegiatan ini diantaranya adalah Ketua GIUS (Gerakan Islam Untuk Semua),Ustadzah Nevi Amalia Nanlohy dan Ustadz Insan Ls Mokoginta dari Yayasan Dakwah Muallaf.
Pihaknya juga mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang baik secar langsung atau tidak langsung yang telah membantu kelancaran terlaksananya acara tersebut. Apa lagi para donatur yang telah menyumbangkan harta benda mereka untuk kelancaran dakwah tersebut.
“Kami berterimaksasih kepada para dermawan dan berbagai pihak lainnya yang telah membantu kelangsungan acara ini baik dalam bentuk dukungan materi, moril dan doa. Insya Allah dakwah seperti ini akan terus kami lakukan,” ungkapnya.
Setelah ini, lanjutnya, pihaknya juga akan terus melakukan pembinaan terhadap para mualaf suku Tau Taa Wana agar pengetahuan mereka tentang Islam dan keimanan ketaqwaan mereka semakin meningkat.
Sebagaimana diketahui, Suku Wana adalah sebuah suku yang tinggal di pegunungan dengan sejarah yang sangat tua di dunia. Disegani dengan senjata sumpitnya yang beracun melebihi racun cobra.
Kerap disebut sebagai Tau Taa Wana, yang bermakna: orang yang tinggal di hutan. Namun, mereka juga kerap menyebut diri sebagai Tau Taa atau orang Taa.
Suku Wana dipercaya telah ada di Sulawesi sejak 8.000 tahun yang lalu. Sebelum akhirnya mendiami kawasan Pegunungan Tokala, Lipu Sumbol, Desa Taronggo, Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah.
Mereka berbicara dalam bahasa Taa, dan beragama animisme, penyembah pohon serta batu. Kerap hidup di semak-semak dan pepohonan. Mayoritas tidak dapat berbahasa Indonesia.
Hingga kini suku Wana banyak yang bertahan hidup dengan cara nomaden. Banyak yang masih belum berpakaian. Dan hidup sebagaimana Indonesia masih jauh dari zaman kemerdekaan.
Alhamdulillah, atas berkah Allah, Kepala Suku Wana akhirnya masuk Islam. Keputusan kepala suku tersebut kemudian diikuti oleh warfa Suku Tau Taa Wana lainnya. (*)