GELORA.CO - Jaksa KPK mengungkapkan peran Wakil Ketua Satuan Pelaksanaan Program Indonesia Emas (Satlak Prima) Taufik Hidayat dalam kasus suap dan gratifikasi eks asisten pribadi (aspri) Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum. Terkait itu, KPK mengaku mencermati dan mencatat setiap fakta persidangan.
"Ya tentunya informasi di persidangan adalah fakta persidangan dan akan dicatat dalam berita acara persidangan dan nanti di surat tuntutan akan dipertimbangkan oleh JPU, berikutnya juga nanti di persidangan," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (3/2/2020).
Ali mengatakan berita acara persidangan ini akan dijadikan acuan KPK melakukan pengembangan kasus. Menurutnya, apa yang tertera dalam berita acara persidangan akan dicocokkan dengan putusan hakim dana alat bukti yang lain.
"Ketika mengembangkan perkara sebagai bukti permulaan adalah ketika itu tercatat di dalam berita acara dan kemudian di putusan baru kemudian dihubungkan dengan alat bukti lain sehingga membuat alat bukti permulaan yang cukup sehingga bisa ditetapkan orang itu untuk bertanggung jawab secara pidana," sebut Ali.
Sebab, Ali menjelaskan dalam melakukan pengembangan kasus KPK tidak bisa serta merta melakukan tindakan. Menurutnya, setiap penindakan yang dilakukan KPK harus didukung dengan alat bukti yang kuat.
"Jadi tidak serta merta ada saksi yang bilang gini langsung ditindaklanjuti, enggak gitu, kita harus merangkai dari petunjuk yang ada sampai minimal dua bukti permulaan yang cukup sebagai alat buktinya," ujarnya.
Dalam surat dakwaan Miftahul Ulum, Direktur Perencanaan dan Anggaran Program Satlak Prima Tommy Suhartanto awalnya menyampaikan adanya permintaan uang kepada Edward Taufan Panjaitan selaku pejabat pembuat komitmen yang diangkat sebagai Manajer Pencairan Anggaran Program Satlak Prima. Imam meminta uang kepada Tommy senilai Rp 1.000.000.000.
Pada Agustus 2018, jaksa mengatakan, Tommy meminta Reiki Mamesah selaku Asisten Direktur Keuangan Satlak Prima untuk mengambil uang Rp 1 miliar dari anggaran Program Satlak Prima. Uang itu diambil dari Edward Taufan.
Setelah itu, Reiki menyerahkan uang itu kepada Taufik Hidayat di rumahnya beralamat Jalan Wijaya 3 No 16 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Taufik mengalirkan uang itu ke Imam Nahrawi melalui Ulum.
Kemudian uang sejumlah Rp 1.000.000.000 tersebut diberikan oleh Taufik Hidayat kepada Imam Nahrawi melalui terdakwa di rumah Taufik Hidayat," kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Raya, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2020).
Dalam perkara ini, Ulum didakwa bersama-sama Imam Nahrawi menerima uang Rp 11,5 miliar. Penerimaan uang itu untuk mempercepat proses pencairan dana hibah yang diajukan KONI ke Kemenpora.
Selain itu, Ulum juga didakwa menerima gratifikasi Rp 8,6 miliar. Penerimaan gratifikasi itu bersama-sama Imam Nahrawi saat menjabat Menpora.(dtk)