Ketika Jokowi Tolak Rakyatnya Sendiri

Ketika Jokowi Tolak Rakyatnya Sendiri

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Sebanyak 600 warga negara Indonesia yang sempat bergabung dengan kelompok teroris Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) akan dipulangkan ke Tanah Air dari Timur Tengah. Proses pemulangan mereka disebut-sebut akan terwujud dalam waktu segera.

Hal itu pada awalnya disampaikan oleh Menteri Agama Fachrul Razi yang mendapat informasi dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Bahkan, BNPT dikatakan siap memimpin tim pemulangan ratusan WNI tersebut setelah ada kesepakatan dari sejumlah kementerian dan lembaga terkait.

Polri sendiri menyiapkan tiga langkah terkait rencana tersebut. Pertama, koordinasi dengan pemerintah di mana WNI eks ISIS ini berasal seperti Syiria, Turki dan Irak. Kedua, kepolisian melakukan verifikasi dan memprofiling mereka untuk memastikan yang bersangkutan benar WNI.

Dan ketiga, Polri bersama kementerian dan lembaga seperti Kemenlu, Kemenag, Kemensos, BIN dan BNPT tengah melakukan kajian strategis. Kajian strategis itu termasuk memprofiling secara menyeluruh tingkat terpaparnya paham radikal ISIS.

Polemik atas rencana tersebut segera mengemuka setelah Presiden Jokowi menyatakan tidak setuju. Ketidaksetujuan Jokowi itu disampaikan usai melantik kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang baru dan kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di Istana Negara.


"Kalau bertanya pada saya, ini belum ratas (rapat kabinet terbatas) lho ya, kalau bertanya pada saya, saya akan bilang tidak," ujar Jokowi di Istana Negara, Rabu 5 Februari 2020.

Meski tidak setuju dengan opsi pemulangan, namun Jokowi mengatakan keputusan tetap akan diambil setelah mendengarkan berbagai masukan dari kementerian dan lembaga terkait. Nantinya, mantan Gubernur DKI Jakarta tersbeut akan menggelar rapat khusus membahas masalah eks ISIS ini.

"Sampai saat ini masih dalam proses pembahasan, dan nanti sebentar lagi kami akan putuskan kalau sudah dirataskan. Semuanya masih dalam proses, plus dan minusnya," katanya.

Virus Terorisme

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyatakan pemerintah belum sampai pada memulangkan atau tidak. Mereka masih merumuskan pola penanganan WNI yang diduga terpapar radikalisme  sepertis ISIS dan saat ini berada di Suriah.

"Nanti kalau dipulangkan apa langkahnya, kalau tidak dipulangkan apa alasannya. Nanti semua akan dianalisis lalu akan diputuskan oleh pemerintah," kata Mahfud usai penandatanganan Perjanjian Kinerja BNPT di kawasan Jakarta Pusat, Selasa 28 Januari 2020.

Mahfud mengakui tidak mudah bagi pemerintah menangani para WNI yang sempat bergabung dengan kelompok teroris di luar negeri contohnya ISIS seperti di Suriah. Menurutnya, pemerintah harus melakukan banyak pertimbangan.

Secara konstitusi, mereka punya hak untuk pulang. Tapi, pertimbangan lainnya, mereka bisa menjadi virus yang menularkan terorisme. Di sisi lain pemerintah juga harus memperhatikan aspek hukum dan hak asasi manusia dalam pemulangan para WNI ini.

"Opsi sedang dipertimbangkan caranya agar tidak melanggar hukum dan HAM. Juga tidak membahayakan negara, tidak membiarkan virus virus teror tumbuh di sini," kata Mahfud.

Selain itu, Mahfud menyampaikan perang terhadap terorisme harus terukur dengan baik dengan tetap melakukan kerja sama dengan banyak negara meskipun menurutnya aksi terorisme di Indonesia memang jumlahnya menurun beberapa tahun belakangan.

"Memang kan kalau dari angka kejadian dari tahun ke tahun menurun ya teror di Indonesia. Dari 2017 ke 2018 turun ke 2019 turun. Tapi kan kita tidak boleh lalai karena sekarang pengembangannya berubah," katanya.

Terpisah, anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan negara memang sudah semestinya memulangkan warganya yang terkait dengan ISIS karena negara memiliki kewajiban untuk melindungi warga negaranya. Menurut Fadli, bisa saja mereka yang ikut ISIS adalah korban dari doktrin sesat atau pun propaganda ISIS.

Karena itu, kata dia, harus ada usaha untuk mengembalikan mereka kepada jalan yang benar sebagai warga negara dan harus difasilitasi. Jangan sampai mereka diabaikan karena negara punya kewajiban konstitusional melindungi tiap warga negara Indonesia.

Apalagi jika mereka secara sukarela memang ingin kembali. Sebab, bisa saja mereka menjadi korban trafficking atau dijanjikan hal-hal lain atau disudutkan pada situasi seperti di daerah konflik.

"Ini harus dikembalikan ke jalan yang benar," kata Fadli.

Senada, anggota Komisi III DPR Adies Kadir juga meminta pemerintah lebih berhati-hati lagi dalam mengambil keputusan soal wacana pemulangan WNI eks ISIS. Sebab, menurut Adies, jumlahnya itu tidak sedikit, lebih dari 600 orang, sehingga jangan dianggap enteng.

Jika WNI eks ISIS tersebut kembali ke Indonesia, kata politikus Partai Golkar itu, harus bisa dijamin mereka akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Harus ada pihak yang bertanggungjawab untuk memastikan mereka benar-benar ingin kembali kepada NKRI dan Pancasila.

Potensi Ancaman

Di tengah polemik pemulangan WNI eks ISIS itu, Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Saadi, menyatakan bahwa institusinya sampai sekarang belum pernah mengkaji usulan tersebut.

Zainut menyebut Menag Fachrul juga sudah membantah soal setuju pemulangan 600 WNI eks ISIS. Ia mengatakan Kemenag juga belum berkomunikasi dengan BNPT tapi dalam waktu dekat akan melaksanakan rapat koordinasi dengan BNPT dan kementerian/lembaga terkait.

Zainut menilai masih adanya potensi ancaman keamanan terkait para WNI itu karena bagaimana pun mereka bukan saja sekedar terpapar paham radikal tetapi sebagian dari mereka adalah pelaku yang terlibat langsung dalam kegiatan di ISIS.

Menurut dia, rencana pemulangan tersebut perlu dipertimbangkan lebih matang, cermat dan ekstra hati-hati. Perlu dilakukan antisipasi dan kewaspadaan khususnya terhadap gangguan keamanannya.

Dia mengingatkan dalam kasus ini perlu dicek dengan pembagian klasifikasi berdasarkan resikonya. Menurut Zainut, setidaknya ada tiga klasifikasi. Pertama, yang sudah sadar. Lalu, kedua yang masih terpapar. Kemudian, ketiga yang perlu mendapat perhatian khusus dan harus berurusan dengan hukum.

Oleh karena itu, Kemenag akan menyerap dan mendengarkan aspirasi dari masyarakat. Sehingga pengambilan keputusannya benar-benar tepat dan dapat dipertanggungjawabkan.(*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita