GELORA.CO - Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw menepis pernyataan Veronica Koman soal adanya 57 tahanan politik di Papua. Polisi, ditegaskan Kapolda Papua, profesional dalam proses hukum.
"Tidak ada tahanan politik. Ini pidana yang kami proses (terkait kerusuhan). Ketika seseorang melakukan perbuatan pembakaran, melakukan perbuatan melawan hukum dengan menganiaya sampai menghilangkan nyawa seseorang, artinya itu mereka kita proses sesuai alat bukti," ujar Irjen Paulus saat dihubungi, Sabtu (15/2/2020).
Dia mempertanyakan data yang dibawa tim Veronica Koman. Tim Veronica sebelumnya mengaku menyerahkan dokumen kepada Presiden Jokowi soal nama dan lokasi tahanan politik di Papua.
Intinya kan sebenarnya dia mengatakan 57 orang ada dikategorikan sebagai tahanan politik, baik yang kita tahan di Kaltim maupun di Wamena dan Jayapura. Saya membantah itu. Dia sumbernya dari mana?" ujar Paulus.
Semua proses hukum dipastikan Irjen Paulus sesuai dengan ketentuan hukum. Alat bukti kasus juga dikantongi tim penyidik.
"Itu pidana itu murni hukum pidana, tidak ada hubungan dengan politik. Apa yang dimaksud politik? Klarifikasi ke kami aparat, kami penyidik, kenapa diproses hukum, mereka harus klarifikasi, kami beri penjelasan," tegas Irjen Paulus.
Lewat akun Twitter-nya, Veronica menyebut timnya menyerahkan langsung dokumen tersebut saat Jokowi berada di Canberra, Australia. Veronica menyebut dokumen itu memuat nama dan lokasi tahanan politik Papua.
"Tim kami di Canberra telah berhasil menyerahkan dokumen-dokumen ini langsung kepada Presiden Jokowi. Dokumen ini memuat nama dan lokasi 57 tahanan politik Papua yang dikenai pasal makar, yang saat ini sedang ditahan di tujuh kota di Indonesia," ujar Veronica.
Veronica menjelaskan bukan dirinya yang menyerahkan dokumen itu. "Di rilis jelas saya tulis bahwa saya terbitkan rilis dari Kota Sydney, sedangkan Presiden Jokowi ada di Canberra. Saya tidak pernah klaim bertemu dengan Presiden Jokowi," ujar Veronica.
Soal dokumen Veronica Koman, Menko Polhukam Mahfud Md sudah memberikan pernyataan.
"Kalau soal Koman itu, saya tahu surat seperti itu banyak. Orang berebutan salaman, kagum, kemudian kasih map, amplop surat itu. Jadi tidak ada urusan Koman itu karena surat yang dibawa banyak," kata Mahfud di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2).
"Belum dibuka kali suratnya. Suratnya kan orang banyak. Rakyat biasa juga ngirim surat ke Presiden. Kalau memang ada, sampah sajalah itu," imbuh Mahfud.(dtk)