GELORA.CO - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunda sidang pembacaan putusan sela Mayjen (Purn) Kivlan Zen, terdakwa kasus kepemilikan senjata api dan amunisi ilegal.
Ketua Majelis Hakim Saifudin Zuhri menunda sidang karena Kivlan Zen sedang menderita sakit, sehingga tidak bisa hadir ke ruang sidang, Rabu (19/2/2019).
Sementara itu, kuasa hukum Kivlan Zen, Tonin Tachta mengatakan kliennya dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.
Menurut Tonin, Kivlan Zen menderita sakit kronis paru-paru, batuk, dan asma.
Kivlan Zen dirawat di rumah sakit sejak Selasa 18 Februari 2020.
"Dirawat di RSPAD sejak Selasa malam," kata Tonin.
Tonin memprediksi kliennya membutuhkan waktu istirahat selama 10 hari.
Untuk diketahui, Kivlan Zen terjerat kasus kepemilikan senjata api ilegal dan didakwa melanggar Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 atau juncto 56 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pilih pulang
Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) Kivlan Zen memilih pulang meninggalkan ruang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2020).
Semula, mantan kepala Staf Kostrad ABRI itu dijadwalkan memberikan keterangan sebagai saksi untuk, Azwarni, terdakwa kasus kepemilikan senjata api ilegal.
Kivlan Zen datang ke pengadilan sekitar pukul 14.38 WIB.
Dia memakai kemeja berwarna putih dibalut jaket berwarna hitam dan celana panjang kain berwarna hitam.
Dia memakai topi baret tentara berwarna hijau.
Sidang dijadwalkan mulai sekitar pukul 14.00 WIB.
Namun hingga pukul 16.42 WIB, majelis hakim tak kunjung datang ke ruang sidang.
Kivlan Zen mengaku tidak mampu menunggu majelis hakim yang tak kunjung memasuki ruang sidang.
Hal ini, karena kondisi tubuhnya berada dalam keadaan sakit.
"Ini sudah tiga jam. Alarm (kondisi tubuh,-red), saya tidak kuat lagi," kata Kivlan Zen di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, (5/2/2020).
Setelah mendengarkan keterangan Kivlan Zen, seorang jaksa penuntut umum menghampiri Kivlan Zen yang duduk di kursi pengunjung sidang.
Dia menyarankan agar sidang ditunda karena kondisi Kivlan Zen.
"Hakim tidak ada bagaimana mau sidang. Ditunda, saya sudah tidak mampu lagi," kata Kivlan Zen.
Untuk diketahui, Azwarni, mantan anggota TNI didakwa terkait kasus kepemilikan senjata api ilegal.
Pada surat dakwaan, Azwarni disebut ikut menemani terdakwa lain, Helmi Kurniawan alias Iwan untuk menemui terpidana Habil Marati pada Maret 2019.
Adapun, Kivlan Zen terjerat kasus kepemilikan senjata api ilegal dan didakwa melanggar Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 atau juncto 56 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kejamnya ibu tiri ternyata lebih kejam ibu kota
Kivlan Zen menyatakan keberatan soal dakwaan jaksa penuntut umum, di PN Jakarta Pusat, Selasa (14/1/2020).
Dalam isi dakwaan, Kivlan Zen disebut sebagai terdakwa kepemilikan senjata api dan peluru tajam.
Sebagai orang kelahiran Kota Langsa, Aceh, Kivlan Zen menyatakan telah memaknai hidup di wilayah ibu kota Jakarta.
"Sebagai putra Minang kelahiran Aceh, sekarang ini telah memaknai istilah masyarakat, yaitu kejamnya ibu tiri ternyata lebih kejam ibu kota," ucap Kivlan Zen, membacakan eksepsi atau nota keberatan, di ruang Kusuma Admadja 3, PN Jakarta Pusat, Selasa (14/1/2020).
Lebih lanjut, dia membantah informasi yang beredar di masyakarat, ihwal dalang makar demonstrasi 21-22 Mei 2019.
"Luar biasa para petinggi negara untuk melakukan hembusannya melalui press conference terhadap diri saya, sehingga harus tidur di lantai berlapis kasur usang di Rutan Narkoba Tahiti Polda Metro Jaya," kata Kivlan.
"Sempat terbesit dalam diri saya, akan dijebak dengan narkoba. Sehingga dengan meminta kepada kuasa hukum saya untuk selamatkan saya," lanjut Kivlan.
Sementara itu, Kivlan menyatakan penuntut umum tak cermat saat menjelaskan isi dakwaan terhadap dirinya.
"Usia 73 tahun dalam keadaan sakit, maka saya juga menyatakan keberatan terhadap isi dakwaan a quo, dengan menyatakan penuntut umum dalam menguraikan tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap," kata dia.(*)