Oleh: Gde Siriana Yusuf*
Sehubungan Pemerintahan Jokowi telah menyerahkan draft RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja kepada DPR untuk dibahas, menurut saya ada 3 poin penting yang harus dicermati pemerintah, DPR dan publik.
1. Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja didasari pada situasi di mana relokasi investasi di China ke Asia Tenggara kecuali Indonesia. Artinya tujuan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja adalah untuk menarik investasi asing ke Indonesia dengan memberikan kemudahan dan kepastian berinvestasi. Oleh karena itu pemerintah dan DPR sepatutnya fokus pada efisiensi perijinan dan incentive berinvestasi, bukan menciptakan aturan-aturan yang mengorbankan kesejahteraan buruh atau menempatkan nasib buruh pada level yang lebih rendah dalam Omnibus Law ini. Jika demikian halnya, maka sama saja demi kepentingan investasi asing, Jokowi mengorbankan buruh ikut menanggung beban investasi asing.
Pemerintah dapat mengkreasikan aturan-aturan atau biaya investasi yang kompetitif dengan Vietnam, Thailand dan Malaysia tanpa perlu mengurangi apa yang telah didapat buruh selama ini. Misalnya dengan memberikan incentive progresif kepada investasi yang menggunakan tenaga kerja Indonesia di atas 80%. Atau incentive progresif untuk investasi yang export oriented, atau penggunaan bahan baku lokal di atas 80%.
Kedua, perlu jaminan implementasi Omnibus Law ini. Bagaimana aturan teknisnya nanti benar-benar ciptakan efisiensi. Selama ini selain aturan yang tumpang tindih, biaya perijinan investasi tidak efisien karena mental koruptif birokrasi baik di pusat maupun daerah. Jadi efektifitas Omnibus Law ini dalam menarik investasi akan sangat ditentukan oleh praktek birokrasi. Apa yang terkesan bagus dalam narasi, akan gagal jika birokrasinya masih koruptif. Selain itu, Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja harus didukung penuh oleh para buruh dan pemerintah daerah. Jika akhirnya akan sering terjadi aksi pemogokan buruh, Omnibus Law yang dipaksakan pemerintah pun tidak akan berhasil menarik investasi masuk. Kita harus belajar dari paket-paket ekonomi Jokowi di periode pertama pemerintahannya, yang narasinya terkesan indah tapi tetap tidak mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena ternyata tidak terimplementasi dengan baik.
Ketiga, jiwa omnibus law ini jangan sampai menghidupkan kembali sentralisme di saat kita sudah melangkah jauh dengan desentralisme otonomi daerah. Pemerintah daerah harus diajak terlibat dalam pembahasan Omnibus Law dan memahami betul isi dan tujuannya sehingga implementasinya di daerah juga efektif dan seragam.
*) Direktur Eksekutif INFUS (Indonesia Future Studies)