GELORA.CO - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpotensi menjadi pemimpin oposisi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pemerintahan Jokowi saat ini tak memiliki oposisi yang mengkritisi kebijakannya.
Demikian disampaikan Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti, dalam diskusi, di Bogor, Jawa Barat, Minggu (2/2).
"Kecenderungan Pak SBY ke depan akan mengarak bendera opisisi yang leader-nya ini kosong dengan cara, pertama sekali menyoal Jiwasraya,” ujar Ray.
Gelagat Presiden ke-6 RI itu untuk menjadi oposisi dinilai Ray sudah dimulai dari desakan pembentukan panitia khusus kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya di DPR.
Dalam desakan pansus ini, SBY membaca kekosongan pimpinan oposisi terhadap pemerintah Jokowi periode kedua.
"Kalau Pak SBY sudah mengibarkan bendera bahwa dia bergerak di wilayah opisisi, lama-lama partai yang ada di sini (Jokowi), ada satu yang kecewa dengan masalah elementer akan pindah ke kelompok ini (opisisi),” tuturnya.
Sikap SBY yang berdiri sebagai oposisi pemerintahan Jokowi juga akan menguntungkan Demokrat. Demokrat bisa saja akan menjadi pusat perhatian karena mengambil sikap yang jelas dan mengkritisi kebijakan penguasa.
"Demokrat tentu saja akan menjadi bahan perbincangan lima tahun ke depan, dan tentu saja secara politik akan untung. Ini menjadi kekuatan baru yang akan berhadapan dengan Pak Jokowi,” sambungnya.
Di sisi lain, Jokowi akan dihadapkan berbagai tantangan dalam empat tahun terakhir memimpin periode kedua. Setidaknya, ada empat kelompok yang dihadapi, yakni kelompok intelektual, buruh, LSM, dan mahasiswa.
Menurut Ray, Jokowi telah mengenyampingkan kelompok intelektual yang menolak revisi UU KPK karena dianggap melemahkan. Jokowi juga tak akan disukai oleh para buruh jika tetap tak mendengarkan kritik atas rencana pembentukan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja.
Selanjutnya, kata Ray, kelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM) baik yang fokus dalam isu demokratisasi, lingkungan hidup, dan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Jokowi selama periode pertamanya mengabaikan sejumlah tuntutan yang disampaikan sejumlah LSM," katanya.
Terakhir, kelompok mahasiswa yang bisa dilihat ketika aksi #ReformasiDikorupsi akhir September 2019.
"Empat kelompok yang kalau bersatu dengan isu berbeda ini tentu saja menjadi satu hadangan yang kuat. Karena itu, bisa kita pahami kalau Pak Jokowi sekarang agak mendekat kepada partai dan juga tentara serta polisi,” demikian Ray. (*)