Jangan Salahkan Masyarakat, Justru Jokowi yang Kufur Nikmat Petumbuhan Ekonomi Mentok di Angka 5 Persen

Jangan Salahkan Masyarakat, Justru Jokowi yang Kufur Nikmat Petumbuhan Ekonomi Mentok di Angka 5 Persen

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Presiden Joko Widodo salah kaprah soal istilah "kufur nikmat". Jokowi sapaan akrab kepala negara meminta masyarakat bersyukur dan tidak kufur nikmat atas pertumbuhan ekonomi nasional yang masih di atas 5 persen, tepatnya 5,02 persen pada tahun 2019.

"Indonesia bukan negara agama. Karena itu kalau dipakai istilah-istilah agama, ini bertentangan dengan Pancasila," kata mantan Jurubicara Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Adhie M. Massardi, Jumat (7/2).

Dan, lanjut Adhie Massardi, istilah kufur nikmat yang dilontarkan Jokowi keluar dari konteksnya. Menurutnya, justru kalau kita berbangga dan senang pertumbuhan ekonomi kurang dari 10 persen, itulah sebenar-benarnya kufur nikmat. Karena Tuhan telah memberikan keberlimpahan yang sangat banyak pada bumi Indonesia.

Indonesia berlimpah atas sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). Dengan keberlimpahan itu seharunya cukup menaikkan pertumbuhan ekonomi di atas 10 persen.

"Tapi karena kufur nikmat, berkah yang melimpah dari Tuhan itu diberikan kapada bangsa lain," ujar Adhie Massardi.

Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) ini menambahkan, dalam melaksanakan roda pemerintahan, kalau pemerintah memilih pinjaman utang dengan bunga yang tinggi, dalam konteks agama itu masuk ketegori riba.

"Ini masuk ranah riba yang diharamkan. Yang memberikan dan dipinjamkan sama-sama diharamkan," tutur Adhie Massardi.

"Itu kalau Presiden Joko Widodo mau memaksakan (istilah agama) masuk ranah pemerintahan," lanjut dia.

Itu sebebnya, dulu Presiden Gus Dur meminta tim ekonominya Rizal Ramli untuk berusaha menurunkan utang seminimal mungkin, dan berhasil. Karena dalam konsep pemerintahan Gus Dur, tidak ada bangsa yang bisa makmur dan sejahterah dari utang.

"Nah, tetapi pemerintahan Gus Dur sangat bijaksana, tidak mau konsep keagamaan itu dimasukkan dalam pemerintahan. Tapi nilai-nilai Islam itu yang diterapkan dalam pemerintahan tanpa menyebut simbol-simbol agama," terang Adhie Massardi.

Pemerintah Gus Dur terbukti membawa berkah. Seluruh pertanian dan perniagaan saat itu sangat pagus. Dan karena diberkahi, bencana juga sangat minim.

"Saya melihat itu yang dimaksud Gus Dur. Kalau dijalankan dengan benar akan diberkahi. Jadi, ketika kehidupan dengan utang, dengan riba, itu sebabnya dimurkai Tuhan, sehingga banyak gagal panen dan penyimpangan pejabat," tutur Adhie Massardi.

Jadi, masih kata Adhie Massardi, kalau pemerintah mau masuk ke ranah keagamaan, maka ulama, tokoh agama, dan umat harus mengingatkan pemerintah, agar tidak kufur nikmat, dan menghilangkan kehidupan bangsa di tengah riba.

"Karena itu saya juga heran kenapa petinggi NU, tidak mengingatkan pemerintah dalam menjalankan pemerintahan di tengan keberkahan itu," tutupnya. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita