GELORA.CO - Kantor Staf Presiden (KSP) dari pihak Istana Kepresidenan menganggap Universitas Negeri Semarang (Unnes) terburu-buru membebastugaskan dosen bernama Sucipto Hadi Purnomo terkait postingan yang dituduh menghina Presiden Jokowi. KSP menyebut, semestinya polisi yang berhak menentukan ada/tidaknya ujaran kebencian.
"Kebebasan berpendapat perlu dihormati dan menentukan suatu pernyataan itu ujaran kebencian atau bukan harus melalui suatu proses hukum yang tepat. Saya kira kalau masih bersifat dugaan atau prasangka bahwa terjadi ujaran kebencian terlalu terburu-buru proses pembebastugasan dosen tersebut," ujar Tenaga Ahli Utama KSP Donny Gahral Adian lewat sambungan telepon, Sabtu (15/2/2020).
"Kalau itu keputusan sepihak, tidak didasarkan proses hukum jelas, saya pikir terlalu terburu-buru," imbuhnya.
Unnes menganggap Sucipto melakukan ujaran kebencian terhadap Jokowi. Unnes mengungkap kasus ini terjadi saat masa pemilihan presiden 2019.
"Udah proses lama, bukan baru, waktu itu masih pemilihan presiden," kata Rektor Fathur Rokhman kepada detikcom, Jumat (14/2).
Sementara itu, Sucipto mempertanyakan apakah postingannya bersifat satire. Dalam posting-an tersebut tertulis, 'Penghasilan anak-anak saya menurun drastis pada lebaran kali ini. Apakah efek Jokowi yang terlalu asyik dengan Jan Ethes?'.
"Iya benar yang itu, apakah menghina Jokowi? Itu satire," kata Sucipto saat dimintai konfirmasi detikcom, Sabtu (15/2).
Sucipto menyebut posting-annya itu sudah melewati masa pilpres. Unggahan satire yang dia tulis itu juga untuk menyinggung orang-orang yang selalu menyalahkan Jokowi.[dtk]