GELORA.CO - Keberagaman yang dimiliki Indonesia jauh lebih besar dibanding Uni Soviet. Artinya potensi perpecahan Indonesia pun jauh lebih besar, sehingga bukan tidak mungkin apa yang menimpa Uni Soviet dialami Indonesia.
Demikian diingatkan oleh Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat, Sabtu (8/2). Dia mengatakan, sejarah berdirinya Indonesia berasal dari negara-negara yang sudah ada sebelum NKRI lahir. Kemudian, mereka mengikrarkan diri untuk bersatu padu, dan melebur menjadi bangsa Indonesia.
Kini, fenomena kembalinya negara-negara kecil seperti sebelum Indonesia merdeka hadir kembali. Ada yang sangat serius, sampai menggunakan senjata. Ada juga yang terlihat seperti lucu-lucuan, termasuk menyertakan atribut kuda.
Semua ini menjadi fenomena sekaligus peringatan yang harus dipahami bahwa NKRI belum sepenuhnya menjadi kesepakatan bersama.
"Padahal apa yang kita terima adalah anugerah. NKRI bukan hanya slogan, tetapi tekad mendirikan NKRI adalah sumpah. Inilah tantangan yang akan terus dihadapi oleh generasi muda, baik zaman sekarang maupun masa depan," kata Lestari Moerdijat saat Sosialisasi Empat Pilar MPR di hadapan Pengurus Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), di Kompleks Parlemen, Jakarta, Sabtu (8/2).
Sosialisasi Empat Pilar MPR RI ini menggunakan metode workshop. Selain Lestari, acara tersebut turut menghadirkan dua pembicara yang lain yaitu praktisi pendidikan Ahmad Baidlowi juga praktisi pendidikan dan mantan Bupati Bojonegoro, Sunyoto.
Lestari Moerdijat mengajak generasi muda memahami dan menjiwai Empat Pilar MPR RI untuk mengeliminir potensi perpecahan di Indonesia. Selain itu, Lestari juga mengajak untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ini penting karena generasi muda akan selalu menghadapi perubahan yang sangat cepat. Bukan hanya di bidang teknologi dan informasi, tetapi juga perubahan menyangkut budaya dan nilai-nilai.
"Perubahan yang cepat disertai keterbukaan akan diikuti masuknya nilai-nilai asing, dan bisa berakibat terpinggirnya Pancasila. Inilah tantangan yang akan terus dihadapi generasi muda sebagai calon pemimpin masa depan," demikian Lestari Moerdijat. (*)