GELORA.CO - Tingkat kepercayaan publik pada KPK menurun drastis berdasarkan survei awal 2020. Survei terbaru Indo Barometer menyebutkan tingkat kepercayaan publik terhadap KPK berada di nomor 4 (empat), kalah dari TNI dan Polri.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, hasil survei itu berbanding terbalik pada tahun 2016-2018. Berdasarkan survei nasional yang dilakukan tiga lembaga berbeda, yakni Polling Centre, CSIS dan Lembaga Survei Indonesia (LSI), tingkat kepercayaan publik terhadap KPK berada di peringkat pertama, bahkan mengalahkan kepercayaan publik terhadap Presiden.
“Survei Indo Barometer menggambarkan situasi pemberantasan korupsi yang semakin memburuk dan menipisnya harapan masyarakat Indonesia terhadap KPK,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, di Jakarta, Selasa (25/2).
ICW menyebut lembaga antirasuah itu memang banyak mengalami perubahan saat ini. Ada dua hal yang menjadi pemicu. Pertama, seleksi Pimpinan KPK yang buruk membuat pimpinan KPK terpilih sarat kontroversi.
Catatan ICW, selama proses pemilihan Pimpinan KPK pada 2019 mengungkap temuan krusial, di antaranya pansel yang mengabaikan aspek integritas dan rekam jejak para calon. Hal itu menghasilkan lima Pimpinan KPK yang terpilih memiliki banyak catatan, mulai dari diduga melanggar kode etik maupun rendahnya kepatuhan dalam pelaporan LHKPN.
“Belum lagi keterkaitan Pimpinan KPK dengan kasus korupsi yang saat itu tengah disidik KPK,” kata Kurnia.
Kedua, Undang-Undang KPK yang dalam proses penyusunannya menjelaskan kepada publik berbagai maneuver dan kejanggalan yang ditunjukkan DPR dan Pemerintah. Misalnya, UU KPK yang sejak awal tidak masuk Program Legislasi Nasional Prioritas 2019 tiba-tiba diselundupkan demi mempercepat proses revisi dan pengesahan.
“Tak hanya itu, pada saat pengesahan di rapat paripurna DPR pun tidak memenuhi kuorum. Diduga hanya sekitar 80-90 anggota yang hadir dari total 560 anggota DPR RI,” tutur Kurnia.
ICW menegaskan, kepercayaan yang rendah kepada KPK tidak bisa dilepaskan dari rendahnya komitmen antikorupsi dari Presiden dan DPR. Sebab, baik proses pemilihan Pimpinan KPK dan pengesahan revisi UU KPK merupakan produk politik yang dihasilkan oleh Presiden bersama dengan DPR.
Maka itu, Kurnia menyebut ICW menuntut Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang untuk membatalkan UU KPK baru. Hal itu demi menyelamatkan agenda pemberantasan korupsi di masa mendatang dan membangun kembali kredibilitas KPK sebagai badan antikorupsi yang selama ini disegani.
“Justru dengan penerbitan Perppu diyakini akan mempercepat proses pemulihan KPK dari kerusakan akibat revisi UU KPK,” kata Kurnia.(ns)