GELORA.CO - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Papua di DPD RI, Fachrul Razi menyinggung kemerdekaan Papua dalam rapat bersama Kementerian Keuangan. Rapat itu membahas dana otonomi khusus (Otsus) Papua. Fachrul mengatakan selama ini Pemerintah Indonesia tidak memperlakukan warga Papua secara adil.
Atas dasar itu, ia khawatir ketidakadilan itu menjadi dorongan bagi Papua untuk memisahkan diri dari Indonesia.
"Kalau Negara menjadikan Papua sebagai stakeholder, bukan shareholder, bukan orang yang berada di Papua, bukan orang yang harus memiliki tanah Papua, ini menurut saya secara enggak langsung ini, mohon maaf, kita hari ini menjadi panitia melepaskan Papua menjadi negara yang merdeka," kata Fachrul dalam rapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (25/2).
Senator asal Aceh itu menyebut ada Rp 2.000 triliun kekayaan yang terkandung di tanah Papua berbentuk emas dan logam lainnya. Dia juga mencatat PT Freeport Indonesia telah menyerahkan Rp242 triliun pada 2017 ke pemerintah. Namun Fachrul menilai angka itu tak dinikmati sepenuhnya oleh rakyat Papua. Sebab pemerintah pusat hanya menyuntikkan Rp3 triliun hingga Rp5 triliun lewat dana otsus.
"Saya katakan bahwa Rp242 triliun dana yang begitu besar dikembalikan totalnya itu tidak representatif, wajar ketika warga Papua banyak yang bergejolak," ucap dia.
Oleh karena itu, Fachrul mendukung pengkajian ulang terkait dana-dana yang dikelola untuk Papua. Bahkan ia menantang pemerintah untuk melakukan audit terhadap seluruh dana tersebut.
"Saya minta negara yang katanya berdaulat berani enggak minta transparansi berapa uang yang sudah diambil [dari] tanah Papua, undang auditor internasional, audit berapa dana yang ada," tuturnya.
Dana Otsus untuk Papua dan Papua Barat merupakan amanat UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus. Dana untuk Papua itu bakal berakhir pada tahun 2021. Sampai tahun kemarin, pemerintah tercatat telah mengeluarkan Rp83,36 triliun untuk dana otsus Papua serta Papua Barat.
Inpres Percepatan Pembangunan Papua
Di tempat terpisah, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah tengah menggodok rancangan Instruksi Presiden (Inpres) untuk mengganti Inpres Nomor 9/2017 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat yang saat ini sudah kadaluarsa.
Dalam Inpres baru itu, pemerintah menyiapkan skema baru untuk mengurusi pembangunan di Papua dan Papua Barat dalam satu bentuk koordinasi.
"Semua di bawah kendali satu otoritas yang dikomando oleh Ketua Bapennas. Itu rancangan Inpresnya," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa.
Bahas Dana Otsus, Anggota DPD Singgung Kemerdekaan PapuaMenko Polhukam Mahfud MD. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
Mahfud mengutarakan kemungkinan perubahan pada inpres baru hanya terkait penanganan Papua dan Papua Barat yang lebih komprehensif. Pasalnya, kata dia, persoalan yang ada di Papua memang harus diselesaikan secara serius dan terpadu.
Kondisi yang ada, kata dia, unit organisasi untuk urusan tersebut terpisah-pisah di sejumlah kementerian/lembaga.
Misalnya, kata Mahfud, di Bappenas terdapat tim untuk pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial untuk Papua. Di Kemenko Polhukam terdapat bagian Papua yang menangani soal pertahanan dan keamanan.
"Agar menjadi terpadu dan komprehensif, itu disambung menjadi satu-kesatuan komando. Sehingga nanti penyelesaiannya komprehensif, tidak terkesan bahwa ini pendekatan keamanan, pendekatan militer," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.
Sebelumnya, di Kemenko Polhukam, digelar rapat koordinasi percepatan pembangunan di wilayah Papua dan Papua Barat. Sejumlah perwakilan lembaga dan kementerian terkait hadir dalam rapat tersebut.
Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodawardhani mengatakan rapat yang digelar selama kurang lebih satu jam itu membahas keinginan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk membangun kesejahteraan di wilayah paling timur Indonesia ini.
Dalam kesempatan itu kata Jaleswari ada juga dibahas soal Hak Asasi Manusia secara menyeluruh.
"[Soal HAM] ya, kita membicarakan itu tapi dalam konsep membangun Papua secara integratif, holistik, dan perspektif soal budaya dan mengedepankan orang asli Papua," katanya.
Terkait integrasi antarkementerian/lembaga yang mengurus Papua, Jaleswari mengatakan lembaga-lembaga yang selama ini telah bekerja sendiri tak akan dihilangkan.
"Enggak (dihilangkan) tetap bekerja tapi nanti ada orkestrasi di tingkat nasional," kata dia. [ljc]