GELORA.CO - Direktur Jenderal organisasi kesehatan dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut, vaksin untuk mengatasi virus corona baru akan tersedia 1,5 tahun lagi. Sehingga, ia meminta agar semua negara melakukan berbagai upaya yang ada untuk mencegah semakin meluasnya virus tersebut.
"Kalau perlu menggunakan senjata apapun (untuk mencegahnya)," ujar Ghebreyesus seperti dilansir dari stasiun berita Al-Jazeera edisi Selasa (11/2).
Ia juga mengumumkan virus corona yang muncul di Kota Wuhan diberi nama baru yakni COVID-19. Menurut Ghebreyesus penting agar virus itu diberi nama. Tujuannya, untuk menghindari stigma dan penamaan lain yang tidak akurat.
"Apabila kita melakukan ini sekarang, maka kita punya kesempatan realistis untuk menghentikan penyebarannya," kata dia lagi.
Lalu, apa makna dari penamaan COVID-19 itu?
1. Penamaan ulang virus corona untuk mencegah adanya stigmatisasi
(Petugas penerima spesimen di Laboratorium Penelitian Penyakit Infeksi Sri Oemijati, Selasa (11/2/2020)) IDN Times/Dini Suciatiningrum.
Ghebreyesus beralasan penamaan ulang virus corona menjadi COVID-19 sangat penting. Alasannya untuk menghindari rujukan lokasi geografis yang spesifik, penamaan jenis hewan atau sekelompok orang yang mengacu ke rekomendasi internasional.
Tujuannya agar tidak ada upaya stigmatisasi yang terjadi. Sebab, kini sudah mulai muncul penamaan virus corona dari Kota Wuhan, Tiongkok.
Ghebreyesus kemudian menjelaskan apa makna COVID-19. "CO" merupakan kepanjangan dari "corona". "VI" kepanjangan dari "virus", "D" kepanjangan dari "disease" (penyakit). Sementara, angka "19" merujuk ke tahun kemunculan virus tersebut yakni pada 31 Desember 2019.
Dalam pandangan Ghebreyesus, merujuk ke metode penanganan aksi terorisme, penyebaran virus corona tidak bisa dianggap enteng. Wabah virus ini menyebabkan pergolakan politik, sosial dan ekonomi. Dampaknya pun terasa lebih dahsyat dibandingkan serangan kelompok teroris mana pun.
"Sebuah virus memiliki dampak yang lebih kuat dari tindakan teroris manapun. Apabila dunia tidak segera menyadarinya dan menganggap virus ini sebagai musuh manusia nomor satu, maka artinya kita tidak belajar dari pengalaman sebelumnya," kata Ghebreyesus di Jenewa, Swiss kemarin.
2. Presiden Xi Jinping menyebut upaya pengendalian di Tiongkok sudah mulai menunjukkan hasil
(Presiden Tiongkok Xi Jinping menemui warga untuk kali pertama) www.twitter.com/@CCTV.
Sebelumnya, pada Selasa (11/2), Presiden Tiongkok, Xi Jinping mengatakan upaya pencegahan dan pengendalian virus corona baru telah menunjukkan hasilnya.
Ia juga menyebut Tiongkok yakin bisa melewati perang melawan virus corona. Walaupun kini jumlah korban tewas telah mencapai 1.115 orang.
Komisi Nasional Kesehatan Tiongkok bahkan mencatat jumlah pasien yang terinfeksi mencapai 42.638 orang. Di mana dua orang di antaranya tewas di luar Tiongkok yakni di Filipina dan Hong Kong.
Indonesia hingga saat ini masih menyatakan terbebas dari virus corona, walaupun pernyataan itu diragukan oleh dunia internasional.
3. Tiongkok merugi Rp850 triliun akibat penyebaran virus corona
Warga memakai masker pelindung menyusul penularan virus corona baru, saat perjalanan pagi mereka di stasiun, di Hong Kong, pada 10 Februari 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Tyrone Siu.
Sementara, berdasarkan data yang dikutip dari situs LearnBornds.com, penyebaran virus corona telah merugikan Tiongkok secara ekonomi.
Berdasarkan data yang didapat dari Resolve to Save Line, CNN, Wikipedia, dan ECDC Europe, kerugian yang dihasilkan dari virus corona itu diperkirakan menelan biaya sebesar $62 miliar atau Rp850 triliun, perkiraan biaya ini juga setara dengan 2 persen dari Pedapatan Domestik Bruto (PDB) kuartal I tahun 2020 negeri tirai bambu tersebut.
"Dari perhitungan ini, dampaknya terhadap PDB global mungkin akan lebih besar," tulis learnbonds.com.
Presiden Xi pun berupaya mencegah agar tidak ada pemecatan massal di dalam negerinya akibat publik khawatir dan panik terhadap penyebaran virus corona.[ljc]