GELORA.CO - Industri minyak dan gas (migas) indonesia pernah mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Indonesia menjadi eksportir migas dan masuk Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Mirisnya saat ini menajdi negara importir minyak.
Pengamat perminyakan Kurtubi mengungkapkam, pada masa pemerintahan Soerharto sektor migas menjadi sumber pertumbuhan ekonomi nasional. “Pada periode 1970-1980an sektor migas merajai perekonomian nasional,” ungkap dia, Jumat (21/2).
Dia menyebutkan, pemasukan APBN itu 80 persen disumbang dari sektor migas atau devisa negara sebagian besar berasal dari sektor ini. “Kita luar bisa ekspor migas dan menjadi anggota OPEC karena surplus minyak mentah,” ujar dia.
Berdasarkan hasil riset Reforminer Institute menyatakan, pada periode 1970-1990 sektor migas memberikan sumbangan 62,88 persen terhadap penerimaan negara. Nilai ekspor migas Indonesia kala itu mencapai USD 20,66 miliar.
“Nah sekarang boro-boro menjadi net importir minyak mentah produksi 750.000 barel per hari. Sementara kebutuhan 1,4 juta barel per hari,” tandas Kurtubi.
Data BP World Statistic pada 2012 mencatat produksi minyak bumi Indonesia pernah mencapai 1,65 juta barrel per hari pada 1977. Capaian itu, membuat Indonesia masuk dalam jajaran 11 negara produsen minyak terbesar di dunia. Saat itu, Indonesia sebagai anggota organisasi negara-negara pengekspor minyak ( OPEC).
Dia menyebutkan, cadangan gas alam cair atau LNG indonesia sangat besar mencapai 135,55 trilion standard cubic feet (TSCF). Pada 30 tahun lalu mengeksplorasi dan mengolah gas menjadi LNG di Arum Aceh. Pertamina ditunjuk mmembangun pabrik LNG pertama di Arum Aceh.
“Pada waktu itu belum ada industri berbasis gas di Indonesia. Sehingga LNG diekspor ke luar negeri dengan harga tinggi,” kata dia. (ns)