Ditolak Pulang, Jangan Biarkan WNI ISIS Tak Punya Negara

Ditolak Pulang, Jangan Biarkan WNI ISIS Tak Punya Negara

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Cendekiawan Muslim, Ulil Abshar Abdalla punya pendapat berbeda dengan pemerintah yang menolak pemulangan warga negara Indonesia (WNI) mantan anggota ISIS ke Tanah Air.

Menurut dia, tidak seluruh argumen penolakan repatriasi atau pemulangan yang menjadi posisi pemerintah valid.

“Saya menghormati keputusan pemerintah. Meski demikian, saya punya pendapat yang berbeda," kata Ulil lewat Twitter yang dikutip pada Rabu, 12 Februari 2020.

Menurut dia, pemerintah beralasan tidak memulangkan mereka yang merupakan mantan kombatan ISIS dikhawatirkan menularkan virus terorisme di Indonesia. Benarkah?

Padahal, kata dia, penularan virus ideologi jihadisme di era digital ini lebih banyak mengambil bentuk 'kontak tak langsung' (meminjam bahasa medis). Penyebaran virus ideologi ini lebih banyak melalui ruang maya, dengan cara tersembunyi, slaman-slumun.

"Meskipun anggota ISIS ini tidak diizinkan pulang ke negeri masing-masing, mereka tetap bisa melakukan rekrutmen anggota secara jarak jauh, secara online sebagaimana berlangsung selama ini. Tidak memulangkan mereka tak seluruhnya merupakan solusi," ujarnya.

Jangan biarkan mereka tak bernegara

Ulil mengkritik argumen pemerintah bahwa mereka sudah membakar paspor dengan sadar, dan menolak jadi WNI. Sehingga, apa gunanya mereka dipulangkan ke Tanah Air.

"Saya punya kritik atas argumen ini. Pertama, apapun kita tak boleh membiarkan WNI menjadi stateless," kata Ulil.

Secara kemanusiaan, kata dia, jelas kurang bertanggungjawab membiarkan WNI menjadi stateless, tak memiliki kewargaan. Apapun kesalahan mereka, negara Indonesia harus tetap memberi mereka status kewargaan. 

"Saat tidak di-repatriasi, dengan sendirinya mereka rentan menjadi stateless," jelas dia.

Menurut dia, tindakan brutal dan menjijikkan ISIS selama ini tak perlu dipersoalkan lagi. Tentu, Ulil juga marah besar atas munculnya kelompok ini lantaran mereka sungguh telah merusak citra Islam.

"Tetap kemarahan kita tak boleh terlalu jauh mempengaruhi pendapat kita soal repatriasi ini," katanya.

Negara punya tanggungjawab moral

Ia mengatakan negara-negara asal anggota ISIS, semuanya punya tanggungjawab moral bersama untuk melakukan repatriasi warga mereka agar bisa hidup di dalam komunitas yang normal, dan pelan-pelan mengalami deradikalisasi secara alamiah.

"Keberadaan eks-anggota/simpatisan ISIS di Suriah dan Turki, justru akan rentan membuat mereka kian mengalami radikalisasi lebih jauh. Ini akan menjadi masalah keamanan global dalam jangka panjang," katanya.

Juru kampanye program deradikalisasi

Ulil meyakini di antara para WNI mantan ISIS ini, banyak yang kecewa terhadap utopia dan mimpi sorga yang ditawarkan oleh ISIS. Kisah-kisah kekecewaan mereka sudah banyak dibaca di pelbagai media. "Mereka ini justru bisa menjadi jubir untuk mendukung program de-radikalisasi," katanya.

Tentu saja, Ulil mengatakan ada banyak dari mereka ini yang masuk dalam kategori die hard, orang-orang yang keras kepala tetap percaya pada ideologi ISIS, apapun yang terjadi. "Terhadap mereka ini, pemerintah jelas perlu melakukan pengawasan dan treatment khusus," jelas dia.

Selain itu, Ulil mengatakan banyak di antara eks ISIS ini yang masih-anak dan remaja yang baru tumbuh menjadi dewasa. Tentu, kata dia, mereka punya impian sebagaimana anak-anak lain. Nah, mereka jelas tak boleh direnggutkan dari impian di masa depan.

"Pemerintah mestinya tak boleh mematikan impian mereka ini. Terakhir, selama ini kita menggambarkan negeri ini sebagai ibu pertiwi. Salah satu watak seorang ibu adalah menerima dengan senang hati anak-anaknya yang ingin pulang ke rumah, senakal apapun anak-anak mereka itu," ucapnya.[vv]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita