GELORA.CO - Seiring dengan meluasnya penyebaran virus corona, permintaan masker kesehatan meningkat drastis. Hal ini bukan saja terjadi di negara China, tetapi juga di beberapa negara lain termasuk Indonesia.
Kelangkaan pasokan masker ini diiringi dengan kenaikan harga yang cukup tinggi. Masyarakat semakin cemas karena kebutuhan masker sangat penting terutama untuk saat ini. Beberapa negara telah memberlakukan aturan mengenai kebutuhan masker untuk warganya.
Kantor Berita Politik RMOL merangkumnya dari berbagai sumber, Sabtu (8/2).
China telah kekurangan pasokan masker sejak beberapa minggu lalu, saat wabah virus corona kian menimbulkan banyak korban.
Setidaknya 60 juta helai masker perhari dibutuhkan China, negara di mana virus mematikan itu berasal.
"Kebutuhannya mencapai 50-60 juta masker per hari, sementara pasokannya masih sekitar 20 juta," kata General Manager Lanhine Corp Cao Jun, menjelaskan mengutip keterangan resminya.
Kelangkaan masker ini membuat beberapa orang mengambil kesempatan dengan menaikkan harganya. Beijing Jimin Kangtai Pharmacy menaikkan harga masker yang semula Rp 280.000 perkotaknya, dinaikkan menjadi Rp 1.669.000 untuk merek 3M.
Pemerintah pun segera mengingatkan adanya denda administrasi karena telah menaikkan harga yang terlalu signifikan.
3M merupakan produk Amerika Serikat yang sangat populer di Cina. Bahkan platform e-dagang Taobao dan JD.com kewalahan memenuhi permintaan konsumen. Harganya pun naik 3 yuan menjadi 40 yuan (Rp80.000) per helai. Padahal, Alibaba Group selaku pengelola Taobao sudah meminta kliennya untuk tidak menaikkan harga jual masker.
Untuk membantu kekurangan masker di China, Vatikan dilaporkan telah mengirim ratusan ribu masker produksinya.
"Bantuan masker ini kami kirimkan untuk membantu penyebaran virus corona," kata Juru Bicara Vatikan, Matteo Bruni, dalam pernyataannya beberapa hari lalu.
Keterbatasan masker juga terjadi di banyak toko di Thailand. Otoritas kesehatan Thailand mendorong masyarakatnya untuk membuat sendiri masker dan pembersih tangan antiseptik.
Otoritas kesehatan setempat mendemonstrasikan cara membuat cairan pembersih dalam konferensi pers yang disiarkan di televisi, kemarin.
"Apabila Anda tidak dapat menemukan pembersih tangan di toko-toko, buatlah sendiri. Campurkan air bersih dengan alkohol dan bawa campuran itu kemanapun Anda pergi," kata Menteri Kesehatan Publik Anutin Charnvirakul dalam konferensi pers.
"Kita harus melindungi diri sendiri dari virus itu. Makanlah makanan hangat (yang telah dimasak), gunakan sendok, pakai masker, dan cuci tangan," lanjut Anutin.
Thailand juga memberlakukan pengendalian harga pada masker dan pembersih tangan. Siapa pun yang menjual masker dan pembersih dengan harga tinggi, dapat dihukum sampai dengan tujuh tahun penjara, atau didenda sampai dengan 140.000 baht.
Lalu, ada pembatasan pembelian, yaitu tiap satu orang hanya boleh membeli 10 buah masker dalam satu transaksi. Siapa pun yang mengekspor lebih dari 500 masker harus mendapatkan izin dari otoritas perdagangan terlebih dahulu.
Sementara itu, Singapura dikabarkan memborong masker dari Batam hingga berkarung-karung akibat kelangkaan masker di negara tersebut.
"Ada banyak informasi yang saya dapat bahwa warga Singapura membeli masker hingga berkarung-karung. Ini tidak dibenarkan," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kepulauan Riau, Tjetjep Yudiana, dalam keterangannya kepada pers.
Sikap warga Singapura itu mendapat protes dari warga Batam, terutama yang kesulitan mendapatkan masker.
Tjetjep mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Bea dan Cukai guna mencegah warga Singapura memborong masker.
Lain lagi yang dilakukan Vietnam. Demi membantu pencegahan penularan virus corona, pemerintah Vietnam akan membebaskan pajak untuk bahan baku masker dan juga impor
Wakil Perdana Menteri Vuong Dinh Hue mengatakan kebijakan tersebut bertujuan untuk mendorong perusahaan domestik meningkatkan kapasitas produksi masker. Dengan insentif, lanjutnya, pasokan masker akan tercukupi, dan harga terkendali, melansir VietnamNews.
Untuk Hong Kong, harga masker mencapai 200 dolar Hong Kong atau setara Rp 351.280 untuk satu kotak. Banyak warga di sana yang terpaksa harus menggunakan masker yang sama selama beberapa hari karena harganya yang mahal dan sulit mencarinya.
Melansir SCMP, seorang ibu bernama Alice Chan mengatakan dia telah menggunakan masker satu-satunya di rumah selama 5 hari berturut-turut. Dia menggantungnya di belakang pintu agar lembab dan menggunakan sisi lainnya setiap hari.
"Saya tahu ini bukan hal yang baik tetapi saya tidak ingin menghabiskan terlalu banyak untuk yang mahal," katanya.
Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada wartawan di Jenewa, Jumat (7/2), kecewa dengan harga pasokan yang alami kenaikan cukup parah hingga 100 kali lipat.
"Situasi ini diperburuk oleh meluasnya penggunaan alat pelindung diri di luar perawatan pasien," kata Tedros dikutip dari Reuters.
Di Turki, Erol Memis dari Era Respiratory Masks, produsen masker asal Turki, mengungkapkan, perusahaannya telah berproduksi masker sejak menerima pesanan pertama dari China pada 31 Januari lalu.
Selain China negara lain yang memesan masker kepadanya adalah Swiss, Prancis, Belgia, Georgia, Armenia, dan Mesir. Ia mengeluh tak mungkin sanggup memenuhi semua permintaan itu.
"Tidak mungkin bagi kami untuk memenuhi setiap permintaan," sebut Memis kepada Reuters.
Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Seberapa langkanya masker dan bagaimana dengan harganya?
Pelaku industri farmasi memberikan pernyataannya lewat keterangan tertulis bahwa produksi masker di Indonesia sudah tidak mampu memenuhi permintaan yang semakin membengkak.
Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) sekaligus induk holding BUMN Farmasi Honesti Basyir mengatakan Kimia Farma sebagai anggota holding yang memiliki masker N95 saat ini sudah memastikan tidak memiliki pasokan yang memadai.
"Kemarin diminta satu juta masker N95, terus terang tidak bisa dipenuhi karena seluruh masker N95 yang ada akan diberikan pada BNPB sesuai instruksi pemerintah untuk disalurkan pada pekerja medis maupun di lokasi penjagaan keluar masuk warga," kata Honesti dalam keterangannya.
Diinformasikan, penjualan masker N95 dan N100 di Pasar Pramuka di Matraman, Jakarta Timur mengalami kenaikan harga gila-gilaan. Sebuah toko menjual satu kotak masker N95 dari brand 3M dibanderol dari harga Rp 1,4 juta hingga sekitar Rp 1,7 juta.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) angkat suara soal harga masker yang tiba-tiba melejit setelah wabah virus corona merebak.
“Ini tindakan yang tidak bermoral, dan bentuk eksploitatif terhadap hak-hak konsumen karena mengambil untung berlebihan,” ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi kepada media.
Ia pun meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Kepolisian untuk mengusut kenaikan harga masker di pasaran hingga ratusan persen.[rmol]