GELORA.CO - Sudah 74 tahun Indonesia merdeka. Namun Pancasila dan agama terus dibenturkan. Oknum-oknum yang melindungi diri dari jubah agamis pasti selalu ada di belakang sana sembari memunguti berbagai kepentingan.
Tidak salah jika saat ini pernyataan seorang Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Profesor Yudian Wahyudi menjadi kontroversial. Para oknum tersebut juga telah berhasil menggiring opini negatif publik karena takut identitasnya terkuak.
Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F. Silaen dalam merespons dinamika politik yang mencuat pasca pernyataan agama sebagai musuh Pancasila oleh prof Yudian.
Jika ditelisik lebih dalam, pernyataan tersebut dinilai Silaen sudah tepat. Kegaduhan ini pun muncul karena kelompok tertentu mereduksi opini tersebut berdasarkan kepentingan masing-masing.
"Pernyataan kepala BPIP itu sudah tepat dari kacamata keilmuan. Beliau sebagai akademisi dan saya pribadi tidak ragukan pemikiran beliau sebagai dosen yang juga skaligus rektor, " jelas Silaen dalam keterangan tertulis yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (14/2).
Banyaknya kritikan terhadap pernyataan Yudian sendiri, kata Silaen, dikarenakan ada pihak yang terusik.
"Bila tidak ada agenda yang tersembunyi, maka tidak akan begitu heboh apalagi dikecam sana-sini. Bangsa ini gagal maju karena salah satu persoalan ini yang tak kunjung usai di tataran elite-elite negeri ini," lanjut Silaen.
Persoalan mengenai perdebatan ideologi dan agama sendiri adalah sesuatu yang digemari oleh bangsa Indonesia. Menurut Silaen, resonansi yang ditimbulkan memiliki dampak negatif pada persatuan bangsa.
Menyetujui pendapat Yudian, Silaen menganggap pandangan visioner Rektor UIN Sunan Kalijaga itu bisa terjadi ketika agama sudah berubah jadi candu yang membahayakan penganutnya. Itulah yang menurutnya dapat menjadi bom waktu di masa yang akan datang.
Beragam persoalan ini, jelas Silaen, merupakan bentuk kerakusan politik segelintir oknum yang berusaha memanfaatkan rasa nasionalisme, keragaman, dan kebangsaan rakyat Indonesia.
"Agama ditunggangi untuk meraih kekuasaan bagi kepentingan kelompoknya," pungkasnya. (*)