GELORA.CO - Lebih dari 300 warga negara Amerika Serikat (AS) dievakuasi dari kapal pesiar Diamond Princess yang dikarantina di Jepang akibat wabah virus corona. Sejauh ini sudah 355 orang yang dinyatakan positif virus corona dari kapal itu, dengan 40 orang di antaranya merupakan warga negara AS.
Namun di sisi lain, evakuasi yang dilakukan otoritas AS dengan menggunakan dua pesawat charter ini memicu kemarahan. Kenapa?
Seperti dilansir CNN dan Associated Press, Senin (17/2/2020), Menteri Pertahanan Jepang, Taro Kono, menyatakan bahwa tentara-tentara Jepang membantu membawa 340 penumpang asal AS -- dari total 380 warga AS -- dengan 14 bus dari Yokohama menuju Bandara Haneda pada Senin (17/2) waktu setempat.
Departemen Luar Negeri AS dalam pernyataan terpisah menyebut dua pesawat charter yang membawa lebih dari 300 warga AS telah lepas landas dari Tokyo dan saat ini tengah dalam perjalanan menuju wilayah AS.
Tawaran evakuasi ini diumumkan otoritas AS, melalui Kedutaan Besar AS di Tokyo, pada Sabtu (15/2) waktu setempat. Disebutkan juga bahwa warga AS boleh membawa kerabat dekat mereka yang bukan warga negara AS. Semua orang yang akan dievakuasi dengan dua pesawat charter ke AS, telah menjalani pemeriksaan untuk gejala virus corona sebelum masuk pesawat. Mereka akan kembali diperiksa staf-staf dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) setibanya di AS.
"Hanya orang-orang yang tidak mengalami gejala-gejala yang diizinkan naik pesawat. Tujuan utama kami tetap memastikan kesejahteraan dan keselamatan seluruh warga AS yang terlibat. Departemen Luar Negeri AS tidak memiliki prioritas lebih tinggi selain kesejahteraan dan keselamatan warga AS di luar negeri," tegas juru bicara Departemen Luar Negeri AS dalam pernyataannya.
Ratusan warga AS yang dievakuasi dari kapal pesiar Diamond Princess ini akan diterbangkan ke Pangkalan Udara Travis di California dan Pangkalan Udara Lackland di Texas. Setibanya di AS, mereka semua diwajibkan menjalani karantina lanjutan selama 14 hari.
Ini berarti, semua warga AS ini akan menjalani karantina total selama nyaris empat pekan, karena mereka sebelumnya telah dikarantina di kapal pesiar Diamond Princess sejak 4 Februari lalu. Siapa saja yang memilih tidak ikut evakuasi yang ditawarkan pemerintah AS ini masih harus menunggu 14 hari di Jepang untuk memastikan mereka bebas virus corona, sebelum bisa pulang ke AS.
Keharusan untuk menjalani karantina lanjutan inilah yang telah memicu kemarahan dari sejumlah warga AS.
Evakuasi oleh Pemerintah AS Memicu Kemarahan
Beberapa warga AS yang kelelahan, yang meyakini evakuasi ke negara asal mereka berarti kembalinya mereka kepada kehidupan normal, merasa marah dan tak berdaya. Beberapa orang mempertanyakan mengapa pemerintah AS menunggu begitu lama untuk menawarkan evakuasi ini? Apa yang memicu perubahan dramatis dalam kebijakan AS terhadap ratusan warganya di dalam kapal pesiar Diamond Princess?
Kedubes AS di Tokyo sebelumnya menyebut pemerintah AS memutuskan untuk mengevakuasi warganya dari kapal pesiar itu karena orang-orang di dalamnya memiliki risiko tinggi terpapar virus corona.
"Dari tragedi menjadi komedi menjadi lelucon," kicau seorang penumpang asal AS, Matthew Smith, via akun Twitter-nya.
"Pemerintah AS justru ingin membawa kita tanpa pemeriksaan, menerbangkan kita kembali ke AS dengan sekelompok orang lainnya yang juga belum diperiksa, dan kemudian menyatukan kami dalam karantina dua minggu lagi? Bagaimana bisa itu langkah yang masuk akal?" imbuh Smith.
Otoritas AS menyatakan pihaknya tidak akan menerima karantina yang dilakukan di dalam kapal pesiar Diamond Princess sebagai bukti bahwa seseorang bebas virus corona. Bagi Karey Mansicalco, yang memiliki perusahaan real estate di Utah, kabar itu sama saja merenggut kebebasannya yang bisa didapat dalam waktu dekat. Diketahui bahwa karantina di dalam kapal pesiar Diamond Princess akan berakhir pada 19 Februari mendatang.
"Ini seperti vonis penjara untuk perbuatan yang tidak saya lakukan. Mereka menyandera kita tanpa alasan," ucap Mansicalco kepada CNN dari kabinnya saat dia masih dikarantina.
Karantina lanjutan selama dua pekan akan membuat Mansicalco kehilangan uangnya hingga US$ 50 ribu. "Ini menghancurkan secara finansial juga secara emosional. Saya menangis saat saya mengetahui kabar ini dan ... saya tidak punya kata-kata untuk menjelaskan perasaan saya. Dan sekarang saya merasa marah," ujarnya.
Beberapa warga AS lainnya menolak dievakuasi karena enggan dikarantina lebih lanjut setibanya di AS. Mereka juga khawatir karena harus ada di dalam pesawat yang sama, dalam jangka waktu lama, dengan orang-orang yang bisa jadi telah terinfeksi atau sedang dalam masa inkubasi.
Pada Minggu (16/2) waktu setempat, Menteri Kesehatan Jepang, Katsunobu Kato, menyatakan sudah 1.219 orang -- dari total 3.700 orang di kapal tersebut -- menjalani pemeriksaan. Kato mengumumkan jumlah kasus virus corona dari kapal pesiar Diamond Princess bertambah menjadi 355 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 40 orang di antaranya merupakan warga AS.
Dr Anthony Fauci selaku Direktur Institut Nasional untuk Alergi dan Penyakit Menular pada Institut Kesehatan Nasional AS, menyatakan bahwa 40 warga AS yang terinfeksi virus corona akan tetap tinggal di Jepang untuk menjalani perawatan. "Sekitar 40 orang (warga AS) telah terinfeksi. Mereka akan dirawat di rumah sakit di Jepang," ucapnya kepada CBS.
Lebih lanjut, Fauci menyatakan bahwa karantina lanjutan selama 14 hari diperlukan karena 'tingkat penularan di dalam kapal pesiar itu pada dasarnya mirip dengan berada di hot spot'. "Jika orang-orang di dalam pesawat mulai mengalami gejala, mereka akan dipisahkan di dalam pesawat," tegasnya.(dtk)