GELORA.CO - Sebuah video viral tentang perusakan sebuah tempat yang disebut sebagai ‘musala’ beredar di media sosial. Disebutkan perusakan itu terjadi di Perumahan Griya Agape Desa Tumaluntung, Kauditan, Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Sulut).
Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Anton Tabah Digdoyo meminta semua pihak untuk segera membangun komunikasi yang lebih intens untuk menyelesaikan kasus ini.
Pasalnya, selama dia ditugasi menyelesaikan silang selisih rumah ibadah, pemicu yang muncul adalah karena masalah komunikasi antar umat beragama.
Dia juga berharap pembangunan tempat ibadah umat muslim di daerah itu dipertimbangkan dengan baik oleh warga.
“Ini mengingat, tempat ibadah tersebut sangat dibutuhkan warga,” ujarnya kepada redaksi, Kamis (30/1).
Dia lantas mengingat saat dirinya menangani kasus pembakaran tempat ibadah di Tolikara, Papua. Saat itu, tokoh agama kompak marah dan mengutuk keras perusakan tempat tersebut. Mereka meminta agar pemda segera terbitkan izin pendiria masjid karena sangat diperlukan umat Islam.
“Mereka juga ikut mengganti rugi kerusakan dan membantu kelancaran pembangunan masjid. Alhamdulillah tidak sampe sebulan, Tolikara sudah punya masjid lagi dan lebih bagus lebih strategis,” urainya.
Sejauh ini, dia mendengar bahwa kasus di Minahasa juga demikian. Ada kesepakatan ganti rugi dan membantu kelancaran pendirian masjid tersebut.
“Soal hukum terhadap pelaku perusakan diserahkan yang berwajib. Kini sudah beberapa pelaku yang ditangkap,” tegasnya.
Terlepas dari itu, Anton mendesak kepada semua warga negara Indonesia untuk menghormati kebebasan beragama sesama sesuai amanah UUD 1945 dan Pancasila.
Jangan sampai, sambung mantan jenderal polisi itu, jargon “Saya Pancasila” hanya ramai didengungkan tanpa ada pengamalan di dunia sehari-hari.
“Jangan hanya berteriak “Saya Pancasila”, tapi nihil dari sifat-sifat kelima sila tersebut,” tutupnya. (*)