GELORA.CO - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Ade Reza Hariyadi menyebut hanya dua pilihan Wahyu Setiawan pasca tertangkap dan ditetapkan tersangka oleh KPK.
Pilihan pertama kata dia, komisioner KPU itu bakal pasang badang agar kasus yang menjeratnya berhenti dan berhenti pada dirinya sebagai aktor utama.
Atau pilihan kedua, melangkah maju dengan menjadi justice collaborator.
“Untuk membuka ‘kotak pandora’ perilaku koruptif dalam kasusnya,” ujarnya seperti melansir pojoksatu.id, Jumat (10/1).
Sementara, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak KPK mendalami peran pengurus PDIP dalam kasus dimaksud.
Ada sejumlah fakta yang diungkap peneliti ICW Donal Fariz.
Seperti perintah salah satu pengurus DPP PDIP kepada advokat bernama Doni untuk mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.
Ada pula pengurus parpol tersebut yang yang berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai Nazarudin Kiemas.
Menrutnya, langkah itu diambil karena gugatan materi dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA) dan menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu (PAW).
Proses tersebut, menurut Donal, menunjukkan peran partai untuk turut mendorong proses PAW.
Sementara ketentuan penggantian calon terpilih telah jelas diatur dalam Pasal 426 Ayat 3 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Aturan tersebut berbunyi: calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diganti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dengan calon dari daftar calon tetap Partai Politik Peserta Pemilu yang sama di daerah pemilihan tersebut berdasarkan perolehan suara calon terbanyak berikutnya.
“Mendesak KPK untuk mengembangkan dugaan keterlibatan aktor-aktor lainnya dalam perkara ini,” ujar Donal.
Sebelumnya, pemberi suap komisioner KPU Wahyu Setiawan, Saeful Bahri mengaku bahwa uang suap tersebut berasal dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Uang suap Rp900 juta itu diberikan terkait pergatian antar waktu anggota DPR RI Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Sebagai gantinya, posisi tersebut diberikan kepada politisi PDIP, Harun Masiku.
Pernyataan itu diungkap Saeful kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan intensif di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (10/1) dini hari.
Saat itu, Saeful tengah digelandang petugas ke mobil tahanan untuk dijebloskan ke Rutan KPK.
Awak media pun lantas mencecarnya dengan pertanyaan yang sama berkali-kali.
Awalnya, Saeful bungkam. Namun, sesaat kemudian, dengan wajah kesal Saeful pun mengiyakan pertanyaan wartawan.
“Duitnya dari Hasto?” cecar wartawan.
“Iya, iya (uang suap dari Hasto),” ucap Saeful sambil memasuki mobil tahanan.[ljc]