GELORA.CO - Helmy Yahya buka-bukaan dengan Komisi I DPR soal pemecatannya dari Direktur Utama (Dirut) TVRI. Helmy mengaku tak menyesal dipecat oleh Dewan Pengawas (Dewas) TVRI.
"Saya diberhentikan dengan cara sangat cepat. Apakah saya menyesal? Tentu saja tidak. Bagi saya ini satu pengalaman hidup yang mahal sekali, saya diminta sharing ke mana-mana," kata Helmy saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi I, Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (28/1/2020).
Helmy menyampaikan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepadanya meski tidak sampai 5 tahun memimpin TVRI. Helmy mengatakan bersama lima direksi yang lainnya memimpin dengan integritas tinggi hingga TVRI dapat ditonton kembali oleh masyarakat.
"Kami diaudit oleh BPK alhamdulillah sudah WTP sekarang semua kami laporkan masalah keuangan kami transparan, kami penuhi integritas, menegakkan zona integritas," ucap Helmy.
Selain itu, Helmy Yahya mengungkapkan jajaran Direksi TVRI telah berupaya mengambil jalan damai atau rekonsiliasi sebelum pemecatannya oleh Dewas TVRI. Namun, Helmy mengatakan nomor WhatsApp (WA) dia malah diblokir oleh salah seorang anggota Dewas TVRI dalam upaya rekonsiliasi itu.
"Saya tidak tahu apakah pembelaan saya dibaca atau tidak. Pembelaan saya ditolak, selesai. Saya resmi tidak lagi menjadi Dirut TVRI. Tidak ada hearing, tidak ada permintaan klarifikasi. Permintaan kami untuk berkomunikasi seperti arahan Komisi I DPR, Kominfo, BPK, Mensesneg, agar diselesaikan baik-baik tidak ada ruang," kata Helmy.
"Direksi mengupayakan mengatakan agar damai dan rekonsiliasi. Tidak pernah terjadi. Seorang anggota Dewas malah memblok WA saya agar saya tidak bisa berhubungan. Saya bilang apa adanya. Saya tidak tahu. Tahu-tahu saya resmi diberhentikan jadi Dirut," ucapnya.
Atas hal tersebut, Helmy berencana melakukan pembelaan. Salah satu pembelaan Helmy ada dengan menempuh jalur hukum untuk nama baiknya.
"Saya akan melakukan pembelaan. Mungkin besok atau lusa saya akan melakukan gugatan melalui pengadilan, mungkin PTUN. Saya membela nama baik saya. Saya adalah seorang profesional. Saya sekarang adalah sekarang ketua ikatan alumni STAN. Saya tidak boleh cacat. Saya bela sampai kapanpun," tutur Helmy.
Dengan pembelaannya, Helmy tak ingin hal serupa terjadi pada Dirut TVRI selanjutnya. Selain itu dia juga ingin memperjuangkan hak para pegawai TVRI.
"Tujuan kedua, saya membela karena tidak ingin terjadi lagi. Karena gampang sekali seorang Direksi dengan PP (Peraturan Pemerintah Nomor) 13 itu diberhentikan. Tidak ada ruang komunikasi. Ini lagi bagusnya kita ini. Tapi saya tetap diberhentikan. Ketiga, saya untuk memperjuangkan pegawai TVRI yang haknya sekarang jadi question mark," imbuh Helmy.
Selain itu, Helmy Yahya mengaku tak sepakat dengan Dewas TVRI yang menyatakan TVRI berpotensi gagal bayar seperti Jiwasraya terkait penayangan Liga Inggris. Helmy mengatakan TVRI dan Jiwasraya merupakan dua hal yang sangat berbeda.
"Hiburan yang sangat digemari di Indonesia ini adalah badminton dan sepak bola, dan kami mendapatkan, katakan rejeki anak soleh mendapatkan kesempatan tayangkan Liga Inggris dengan harga yang sangat murah ya saya buka saja harganya cuma 3 juta dollar, 1 juta dollar itu komitmen diambil iklannya, kami cuma bayar 2 juta dollar," kata Helmy.
Dari penayangan Liga Inggris, Helmy mengatakan TVRI mendapatkan keuntungan. TVRI juga ditonton kembali oleh masyarakat.
"Kalau dihitung-hitung kalau dapat preview highlight 1 jam, 38 minggu, dapat after match, itu kami hitung-hitung per episodenya per jamnya hanya Rp 130 juta dan hanya karena Liga Inggris publik menonton TVRI, jangan lupa bola itu adalah hal yang sangat menghibur di Indonesia," ujarnya.
Helmy pun mengklarifikasi mengapa dirinya tak menayangkan Liga Indonesia di TVRI. Menurutnya Liga Inggris lebih murah dan menjadi 'killer konten'.
"Jadi saya ingin memberikan klarifikasi, kalau ada yang tanya kenapa tidak beli Liga Indonesia? Liga Indonesia harganya 4 kali lipat-5 kali lipat dari Liga Inggris. Jadi ini perlu saya sampaikan di dalam dunia televisi setiap stasiun televisi melakukan apa yang disebut dengan killer konten, monster program, yang dibayar mahal hanya supaya orang singgah di stasiun tersebut, Liga Inggris bagi kami killer konten," sebutnya.
Helmy lantas mengatakan tak sepakat dengan pernyataan Dewas TVRI yang menyebut TVRI berpotensi gagal bayar seperti Jiwasraya dikarenakan menayangkan Liga Inggris. Menurut Helmy, kasus Jiwasraya berbeda dengan TVRI.
"PNBP TVRI itu sekitar Rp 150 miliar kami boleh ambil Rp 120 miliar, kalau hanya akan membayar Liga Inggris seharga 2 juta dollar, kecil itu, pasti kami bisa bayar. Kalau dianggap kami gagal bayar seperti Jiwasraya, Masya Allah, sungguh dua perbandingan yang sangat berbeda. Jiwasraya itu gagal bayar, kami tunda bayar," tutur Helmy.(dtk)