GELORA.CO - Awal pekan ini, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bicara soal skandal PT Asurani Jiwasraya (Persero) yang mencuat di era Presiden Joko Widodo. Intinya, SBY tak rela disalahkan.
Ekonom senior DR Rizal Ramli sepakat dengan pernyataan SBY bahwa keuangan Jiwasraya di eranya tidak terjadi masalah yang serius. Kerugian yang sempat dialami perusahaan asuransi pelat merah itu, bahkan membaik di masa SBY.
Namun, kata mantan Menko Ekuin era Presiden Abdurrahman Wahid, keuangan Jiwasraya menjadi sempoyongan di era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Belakangan terkuak adanya gagal bayar polis nasabah senilai Rp12,3 triliun. Dan pihak Kejaksaan Agung menemukan dugaan korupsi yang berpotensi merugikan negara hingga Rp13,7 triliun. "Justru di zaman Jokowi (perideo) pertama, (Jiwasraya) jadi rusak berat dan dirampok," duga Rizal di Jakarta, Selasa (28/1/2020).
Namun demikian, mantan Menko Kemaritiman di Kabinet Kerja Jokowi ini, tidak sepenuhnya setuju dengan curhatan SBY di akun facebook, Senin (27/1/2020), bertajuk "Penyelesaian Kasus Jiwasraya Akan Selamatkan Negara Dari Krisis Yang Lebih Besar".
Khususnya ihwal dana talangan (bailout) Bank Century yang berbuah skandal. Dalam hal ini, Bang RR, sapaan akrabnya, menyebut Bank Century bukanlah bank yang berukuran besar.
Artinya, jika mengalami persoalan sulit bayar, tidak akan mengakibatkan kerusakan pada sistem perekonomian nasional atau sering disebut berdampak sistemik. Ukuran besar atau kecil sebuah bank dapat dilihat dari besarnya dana pihak ketiga (DPK) atau dana nasabah yang tersimpan di bank tersebut. Di mana, DPK Bank Century sebelum di-bail out kurang dari Rp2 triliun.
Secara teknis, menurut perhitungan Rizal, untuk menyelamatkan Bank Century hanya diperlukan dana sekitar Rp2 triliun pula. Namun kenyataannya, bailout Bank Century menelan dana jumbo hingga Rp6,7 triliun. Anehnya lagi, dana talangan itu diecel selama 8 bulan. "Jadi Mas SBY boleh baper (bawa perasaan), tapi jangan dong hilangkan fakta (Bank Century)," pungkasnya. [nl]