GELORA.CO - Rencana Pimpinan KPK Firli Bahuri cs mengubah sistem pemeriksaan saksi atau tersangka menuai kritik. Salah satunya dari mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto (BW) yang menilai konyol jika pimpinan mengatur-atur kewenangan penyidik.
"Secara perlahan tapi pasti independensi KPK tengah diporak-porandakan dan diruntuhkan sendiri oleh Komisioner KPK. Pimpinan KPK punya potensi akan 'merecoki' proses penyidikan karena 'mengontrol' dengan melibatkan diri pada hal yang sangat teknis di tahapan proses penyidikan," kata BW kepada wartawan, Kamis (30/1/2020).
BW mengatakan kewenangan pemeriksaan saksi dan tersangka di KPK itu berada di bawah kontrol Ketua Satgas, Direktur Penyidikan dan Deputi Penindakan. BW menilai pimpinan KPK tengah berupaya merusak sistem tersebut bila mengubah sistem pemeriksaan saksi dan tersangka.
"Mahkota penyidik atas otoritasnya untuk mencari alat bukti guna membuktikan kesalahan tersangka punya potensi 'dirampok' oleh pimpinan KPK. Tindakan itu sekaligus mempertontonkan upaya perusakan sistem kontrol internal yang berada Ketua Satgas, Direktur Penyidikan dan Deputi Penindakan yang salah satu fungsinya mengelola proses penyidikan," ucapnya.
BW menilai pimpinan KPK seharusnya tidak berwenang mengintervensi dan menentukan saksi-saksi yang akan diperiksa dalam penanganan perkara. Terlebih lagi, menurutnya, dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, pimpinan KPK bukan lagi penyidik dan penuntut umum.
"Apalagi, pasal yang menyatakan bahwa pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum sudah dihapus di UU Nomor 19 Tahun 2019. Jadi agak absurd, naif dan konyol jika Pimpinan yang bukan penyidik tapi mengatur-ngatur kewenangan penyidik dalam proses penyidikan," ucap BW.
"Cetho welo-welo, sangat jelas sekali, tidak ada satupun pasal di dalam UU KPK yang secara eksplisit menegaskan adanya pemberian kewenangan pada komisioner KPK untuk terlibat secara teknis dalam menentukan saksi yang diperlukan guna membuktikan kejahatan korupsi," imbuhnya,
BW mengatakan kemudian aturan diperkuat Pasal 7 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan penyidiklah yang punya kewenangan untuk memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka. BW menambahkan dalam Pasal 45 ayat (3) UU KPK Baru juga menegaskan bahwa penyidik wajib tunduk hanya pada mekanisme penyidikan yang diatur berdasarkan ketentuan hukum acara pidana. Sehingga, menurut BW, tidak ada satupun ketentuan hukum acara yang memberikan legalitas pada komisioner KPK dalam menentukan kriteria, panggilan dan jumlah saksi yang diperlukan penyidik.
"Komisioner KPK seharusnya paham, mafhum dan tahu legal standing posisinya bahwa statusnya mereka bukan lagi penyidik karena hanya sekedar pejabat negara saja (Pasal 21 ayat (3) UU KPK)," katanya.
BW pun menilai tindakan pimpinan KPK yang berencana mengevaluasi pemeriksaan saksi dan tersangka berpotensi sebagai tindakan merintangi penyidikan atau obstruction of justice. Sebab, hal itu dinilai mengganggu independensi penyelidikan tindak pidana korupsi.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menjawab tuduhan itu. Ia menilai tuduhan tersebutlah yang tampak konyol.
"Sebenarnya saya malas membuang energi daya pikir dengan berbalas pantun untuk hal-hal yang tidak perlu. Tudingan intervensi atau campur tangan itulah yang sebenarnya konyol. Karena bagi yang paham, tidak mungkin ada intervensi terhadap tugas pokoknya sendiri," kata Nawawi kepada detikcom, Kamis (30/1/2020).
Nawawi menjelaskan, salah satu tugas pokok pimpinan KPK adalah melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Nawawi menyebut hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf e UU Nomor 19 Tahun 2019.
"Salah satu tugas pokok pimpinan KPK sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 6 huruf e UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 adalah tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi," ucapnya.
"Nah, yang namanya pemanggilan saksi, pemeriksaan saksi, ahli, ataupun tersangka dan lain-lain tindakan hukum seperti itu adalah bagian dari yang namanya proses penyidikan, artinya bagian dari tugas pokok pimpinan," lanjutnya.
Ia juga mengatakan pimpinan KPK hingga kini masih menandatangani berbagai surat penetapan, seperti surat perintah penyidikan (sprindik) hingga surat perintah penahanan. Artinya, kata Nawawi, hal itu menunjukkan pimpinan juga merupakan penyidik dan penuntut umum.
Ia memastikan apa yang dilakukan pimpinan KPK saat ini sesuai dengan koridor aturan hukum yang berlaku. "Singkatnya, saya hanya ingin menyatakan, semua yang kami lakukan ada dalam koridor instrumen undang-undang yang memberi kami kewenangan itu," ucap Nawawi.
Sebab, ia menginginkan KPK di bawah kepemimpinannya menjadi lembaga yang profesional dan akuntabel. Ia tak ingin ada anggapan KPK terkesan bekerja sesukanya.
"Karena argumen menegakkan hukum, tidak boleh juga dilakukan dengan cara-cara yang melawan hukum. Sebagai akhir, ada ungkapan 'terkadang orang nampak lebih pintar daripada apa yang dia ketahui', dan itulah yang namanya kekonyolan," tuturnya.(dtk)