GELORA.CO - Anggota Komisi XI Puteri Komarudin mengatakan, bahwa dalam lima tahun terakhir penerimaan pajak tidak memenuhi target. Meskipun realisasi penerimaannya mengalami peningkatan.
Hal tersebut, ia sampaikan saat Komisi XI DPR RI menggelar rapat kerja dengan Kementerian Keuangan pada Selasa 28 Januari 2020 di ruang rapat Komisi XI DPR RI Gedung DPR Jakarta Pusat.
"Lima tahun terakhir ini target penerimaan pajak kita tidak memenuhi target, walaupun realiasasi penerimaanya mengalami peningkatan, seperti pada tahun 2019 shortfall penerimaan pajak mencapai Rp245 triliun, lebih tinggi dari proyeksi pemerintah sebesar Rp140 triliun," ujar Puteri di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI Gedung DPR Jakarta Pusat Selasa (28-01-2020).
Politikus Golkar tersebut menjelaskan, hal ini ada korelasinya dengan perlambatan ekonomi global di beberapa negara sehingga memberi dampak pada penerimaan negara.
“Kita semua memahami bahwa ekonomi global sedang tak menentu seperti brexit, perang dagang Amerika Serikat dan China, serta geopolitik di Timur Tengah memberikan dampak terhadap penerimaan negara," jelasnya.
Puteri juga menyampaikan, Komisi XI perlu mengetahui strategi apa yang akan diterapkan oleh Kemenkeu untuk mencapai target pada tahun 2020 yang menglami kenaikan target dari tahun 2019 dan bagaimana proyeksi kontribusi Omnibus Law perpajakan terhadap penerimaan pajak negara.
"Sementara itu, target penerimaan pajak 2020 cenderung ambisius, sebesar Rp1.865,7 triliun, meningkat 18,26 persen dari target 2019. Oleh karena itu, kita perlu tahu dan bahas bersama mengenai strategi Kementerian Keuangan untuk mencapai target tersebut. Selain itu, kami juga perlu diberi tahu mengenai proyeksi kontribusi Omnibus Law Perpajakan, terhadap total penerimaan pajak negara nanti,” papar Puteri.
Lebih lanjut, Puteri bertanya mengenai multiplier effect dari realisasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) 2019 yang meningkat 3,5 persen dari realisasi pada 2018. Ia menyoroti angka ini lantaran dari realisasi belanja K/L yang mencapai 102,4 persen, lebih dari separuhnya (66 persen) dialokasikan untuk belanja pegawai dan barang, sementara belanja produktif justru berkurang. (*)