GELORA.CO - Tidak semua tersangka atau terdakwa yang ditetapkan KPK bersalah terbukti di persidangan. Hal itu setidaknya dibuktikan dalam beberapa kasus dimana KPK kalah di sidang tindak pidana korupsi.
Lembaga antirasuah pernah kalah dalam kasus dengan tersangka Sofyan Basir dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1, dan kasus Syafrudin Tumenggung terkait BLBI.
Pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad mengatakan, dua fakta itu setidaknya membuktikan bahwa tersangka KPK belum tentu bersalah di pengadilan.
"Fakta-fakta itu harus menjadi kesadaran oleh KPK bagaimana melakukan sebuah perbaikan dan juga menyadari apa yang dilakukan tidak sempurna," ujar Suparji, Kamis (16/1).
Dia menyebutkan KPK harus bisa bekerja secara profesional dan berintegritas dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. KPK di pengadilan harus bisa menghadikan bukti materiil, sebab jika tidak mampu membuktikan maka terdakwa yang diajukan KPK tetap punya kemungkinan bebas.
"Dalam kasus Sofyan Basir di mana soal pembuktian terhadap seseorang yang didakwa melakukan sebuah perbuatan tindak pidana tapi ternyata unsur-unsurnya tidak terpenuhi karena tidak didukung dengan alat bukti misalnya dia dianggap pembantu," jelas Suparji.
KPK harus cermat dalam melakukan pembuktian. Tidak bisa hanya mengandalkan praduga dan dugaan bahwa seseorang telah menerima suap, namun harus ada bukti materiil.
Bukti harus lebih didahulukan daripada dugaan. Misalnya, tidak bisa pertemuan dianggap membuktikan terjadinya suap-menyuap.
"Pembuktian dalam bahasa Jawa tidak bisa otak-atik gathuk. Misalnya, seseorang datang ke sini terus kemudian ada pertemuan setelah itu dianggap terjadi kejahatan bahkan dianggap ikut membantu, padahal itu belum tentu," demikian Suparji.[rmol]