GELORA.CO - Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan kembali menyinggung pertemuannya dengan mantan Kapolri yang kini menjabat sebagai Mendagri, Tito Karnavian. Pertemuan yang dia maksud adalah sebelum penyiraman air keras dialami dirinya.
"Saya belum pernah mendengar ada upaya membantah, tapi fakta (pertemuan) itu memang jelas ada," kata Novel kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (6/1/2020).
Novel mengatakan pertemuan itu tak hanya dihadiri Tito dan dirinya, tapi juga beberapa orang. Bahkan pertemuan dengan Tito diketahui pimpinan KPK saat itu, Agus Rahardjo cs.
Saya bertemu bukan sendiri, dengan beberapa (orang). Dan tentu pertemuan begitu tidak mungkin difoto ya. Tapi saksi-saksi yang menyatakan itu ada dan saya bertemu itu juga izin dengan pimpinan KPK," ucap Novel.
Novel kemudian mengutarakan sikap diirinya terkait kasus penyiraman air keras tak hanya fokus pada motif pelaku. Jika berkutat pada motif, Novel khawatir proses penyidikan menjadi tak objektif.
"Saya tidak ingin terjebak dengan hal yang mengarahkan kepada motif saja. Satu hal yang perlu diingat, mengungkap pelaku lapangan haruslah mengaitkan antara pelaku dengan alat bukti dengan fakta-fakta yang ada. Kalau pelaku lapangan kemudian dipaksakan untuk dikaitkan dengan motif saja, saya khawatir nanti prosesnya jadi nggak baik, prosesnya jadi nggak objektif," ujar Novel.
Novel sebelumnya pernah mengungkapkan ada pertemuan antara dirinya dengan Tito. Hal itu diungkapkan Novel usai Tim Pakar, yang dibentuk Tito untuk mencari fakta-fakta kasus teror Novel, mempublikasikan hasil investigasinya. Saat itu, Tim Pakar menyebut memang ada 6 kasus di KPK yang dikategorikan 'high profile', yang mungkin menjadi latar belakang penyerangan pada Novel.
"Mereka kan menyebut 6 kasus, aku hanya ingin menambahkan satu bahwa mereka lupa barangkali ada kasus yang lebih menarik dari enam itu, yaitu kasus 'buku merah', yang mana Pak Tito itu mengira saya penyidiknya, nah jadi ditambahkan satu itu saja barangkali," kata Novel menanggapi temuan Tim Pakar, Rabu (17/7/2019).
"Bukan 6 kasus, buku merah mereka lupa," imbuh Novel.
Novel saat itu bercerita Tito pernah bertemu dengannya dan mengira dirinya sebagai penyidik yang menangani urusan itu. Padahal Novel menegaskan diri tidak turun tangan dalam pengusutan kasus itu.
"Pak Tito mengira, waktu pernah bertemu saya, Pak Tito mengira penyidiknya saya. Ya mereka mengiranya begitu. Padahal bukan, tapi mereka mengiranya begitu, mereka meyakini itu," kata Novel.
Kasus 'buku merah' merujuk pada dugaan perusakan barang bukti oleh 2 mantan penyidik KPK. Barang bukti yang dimaksud berupa buku catatan dengan sampul berwarna merah yang berkaitan dengan perkara Basuki Hariman, yang dihukum menyuap mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar.
Polri dalam hal ini mengaku telah melakukan gelar perkara bersama KPK dan Kejaksaan terkait dugaan perusakan dan perobekan buku bersampul warna merah yang kemudian dikenal dengan istilah 'buku merah'. Polri menegaskan hasil gelar perkara menyatakan dugaan tersebut tak terbukti.
"Terkait hal tersebut, kami sudah melakukan gelar perkara sejak lama, tanggal 31 0ktober 2018. Dalam gelar perkara juga ada unsur dari KPK dan Kejaksaan. Tiga unsur KPK yang ikut gelar perkara yaitu dari Biro Hukum, Biro Koordinasi dan Supervisi serta Pengawas Internal," kata Kadiv Humas Polri Irjen Mohammad Iqbal dalam keterangan tertulis, Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Iqbal kala itu menjelaskan pihak KPK dan Kejaksaan, yang mengikuti proses gelar perkara, tidak menemukan fakta-fakta telah terjadi tindakan sebagaimana yang diisukan. Mereka pun sepakat menyimpulkan tidak ada bukti yang dapat mendukung dugaan perusakan dan perobekan 'buku merah'.
"Semua yang mengikuti proses gelar perkara sepakat bahwa tidak terbukti adanya perobekan barang bukti sebagaimana yang diisukan. Bahkan dalam rekaman CCTV yang beredar, sengaja disebarkan untuk menggiring opini tak berdasar, itu juga tidak ditemukan bukti bahwa terjadinya proses perusakan," tegas Iqbal.
Terkait kasus ini, Ketua KPK Agus Rahardjo menyebut pengawas internal sudah memeriksa kamera CCTV yang merekam dugaan perusakan barang bukti oleh dua mantan penyidik KPK. Menurut Agus, dugaan perusakan barang bukti itu tidak terekam kamera CCTV.
"Itu peristiwanya sudah lebih dari 1 tahun, pengawas internal sudah memeriksa kamera, kamera memang terekam tapi secara ... adanya penyobekan tidak terlihat di kamera itu," ujar Agus di DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (10/10/2018).(dtk)