Ngabalin Sebut Presiden Punya Privilege soal Lampu Kendaraan, Ini kata UU

Ngabalin Sebut Presiden Punya Privilege soal Lampu Kendaraan, Ini kata UU

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin merespons kontroversi beda perlakuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan mahasiswa UKI yang ditilang saat tidak menyalakan lampu motor ketika berkendara. Ngabalin menyebut Presiden punya privilese atau privilege. Lalu bagaimana UU yang mengatur soal ini?

Awalnya Ngabalin menjelaskan UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Menurut Ngabalin, dalam undang-undang itu, ada pasal yang membahas tentang pengguna jalan yang memperoleh hak utama, yaitu Pasal 134 dan Pasal 135.

Ngabalin menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang memiliki keutamaan di jalan raya. Di antaranya mobil pemadam kebakaran, ambulans, hingga pejabat negara.

"Saya tanya dulu ya, kalau ada traffic light begitu padat, ada kebakaran, mobil kebakaran itu kalau lewat itu disuruh untuk semua orang pengguna jalan dikasih bebas. Ada ambulans memuat orang sakit, sepadat apa pun jalan, harus dibuka, dikasih privilese, untuk apa? Untuk mobil itu," ujar Ngabalin di Warunk Upnormal, Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (12/1/2020).

Selain itu, Ngabalin menyebut ada pengawal bermotor yang lampunya menyala saat Jokowi motoran. Dia menegaskan Presiden tetap punya pengecualian dalam hal ini.

"Tetapi dalam persoalan Presiden tidak (menyalakan lampu) punya motor itu, itu tiga, lima orang mengawal itu semua menyala. Presiden sendiri dalam undang-undang ada pengecualian. Di seluruh dunia yang namanya kepada negara itu ada privilege-nya. Jadi bahwa ada kesamaan depan hukum itu kan mesti dilihat," sebut Ngabalin.
Namun, bagaimana sebenarnya penjelasan UU No 22 Tahun 2009 yang sempat dijelaskan Ngabalin soal hal ini? Begini bunyi Pasal 134:

Pasal 134
Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan berikut:
a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
b. ambulans yang mengangkut orang sakit;
c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;
d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
f. iring-iringan pengantar jenazah; dan
g. konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia.

Di dalam pasal tersebut, disebutkan secara lugas bahwa hak Presiden atau pimpinan Lembaga Negara, didahulukan ketika berkendara di jalan raya. Pasal tersebut tidak berkaitan dengan aturan lampu kendaraan yang harus menyala, melainkan soal prioritas kendaraan yang harus didahulukan.

Sementara itu, Pasal 135 menjelaskan soal pengecualian bagi kendaraan yang mendapatkan hak utama. Mereka diperbolehkan untuk tak mengindahkan alat pemberi isyarat lalu lintas.

Pasal 135
(1) Kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia
dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.
(2) Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan pengamanan jika mengetahui adanya Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat(1).
(3) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan Rambu Lalu Lintas tidak berlaku bagi Kendaraan yang mendapatkan hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134.

Diketahui, kontroversi ini berawal dari gugatan terhadap Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UU LLAJ) yang diajukan Eliadi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, dia tidak terima ditilang lantaran tidak menyalakan lampu sepeda motor.


Eliadi ditilang personel Polantas di Jalan DI Panjaitan, Jaktim, pada 8 Juli 2019 pukul 09.00 WIB. Eliadi ditilang karena lampu sepeda motornya tidak menyala.

Eliadi kemudian bersama temannya, Ruben Saputra, menggugat Pasal 197 ayat 2 dan Pasal 293 ayat 2 dan meminta agar dihapuskan. Ayat itu adalah:

Pasal 197 ayat 2:
Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.

Pasal 293 ayat 2
Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).

Eliadi juga berdalih mengapa hanya ia yang ditilang, sementara Presiden Joko Widodo yang melakukan hal serupa tidak ditilang.

"Presidan Joko Widodo pada hari Minggu, 4 November 2018, pukul 06.20 WIB, mengemudi sepeda motor di Jalan Sudirman, Kebun Nanas, Tangerang, Banten, dan tidak menyalakan lampu utama sepeda motor dikemudikannya, namun tidak dilakukan penindakan langsung (tilang) oleh pihak kepolisian," kata Eliadi, sebagaimana yang terlampir dalam permohonan gugatannya.

Menurut Eliade, Jokowi sebagai kepala pemerintahan, menurut Pasal 20 ayat 2 UUD 1945, ikut membahas rancangan UU ini. "Hal ini telah melanggar asas kesamaan di mata hukum (equality before the law) yang terdapat dalam Pasal 27 UUD 1945," ujar Eliadi.

Berdasarkan catatan detikcom, kala itu Jokowi sedang kampanye pilpres. Jokowi berkendara dengan sepeda untuk menuju pasar. Perjalanan dimulai di Jalan Sudirman, Kebun Nanas, Tangerang, Banten, Minggu (4/11/2018), pukul 06.20 WIB. Saat itu, tampak lampu motor Jokowi tidak menyala.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita