GELORA.CO - MUI menyayangkan adanya penggunaan simbol-simbol agama Islam dalam perayaan atau ibadah agama lain. Menurut Wasekjen MUI Nadjamuddin Ramly, salah satunya adalah soal pembacaan selawat.
"MUI menyayangkan penggunaan simbol-simbol Islam dalam perayaan agama lain seperti jilbab dan selawat. Serta pertunjukan simbol budaya Islam Indonesia seperti serban, gamis, marawis dan rebana sebagaimana terdapat dalam video yang viral," ungkap Nadjamuddin di Kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa (31/12).
Video yang dimaksudkan MUI adalah sejumlah video yang diterima MUI dari laporan masyarakat. Nadjamuddin mengatakan pihaknya belum megidentifikasi seluruh video yang dilaporkan masyarakat tersebut. Salah satu video disebut terjadi di Kediri.
“Salah satunya di Kediri. Untuk yang lain, daerahnya di mana, itu belum teridentifikasi. Itu adalah video-video yang dikirimkan masyarakat,” ucap Nadjamuddin.
Video yang dimaksud merekam kegiatan ibadah Natal salah satunya di Gereja Kristen Jawi Wetan. Di video itu, terdapat muslimah berhijab tampak ikut mengisi rangkaian Natal dengan menari.
Selain itu, ada peristiwa sejumlah penari sufi ikut memeriahkan perayaan Natal di Gereja Santo Vincentius. Acara itu disebut menjadi simbol persatuan antarumat beragama di Malang.
Penari sufi itu menari dengan iringan rebana sejumlah orang yang memakai sarung lengkap dengan kopiahnya.
Mereka juga melantunkan selawat syiir tanpo waton, juga diiringi dengan tabuhan rebana.
MUI menilai bahwa hal seperti itu bukan perwujudan toleransi antarumat beragama. Toleransi juga harus mengutamakan aspek akidah.
"Hendaknya tetap ada garis batas yang tegas antara menjaga hubungan baik antarwarga negara dengan kegiatan ibadah agama masing-masing pemeluk agama," jelas Nadjamuddin.
MUI juga mengimbau umat muslim Indonesia untuk menahan diri dan tidak menghadiri acara ibadah agama lain.
"Demikian pula kiranya umat Islam tidak melaksanakan kegiatan seni budaya agama Islam Indonesia seperti marawis dan selawat rebana dalam rangkaian ibadah agama lain," tutur Nadjamuddin. (*)