GELORA.CO - Sejumlah skandal perusahaan asuransi pelat merah mulai terungkap di masa periode kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi), salah satunya PT Asuransi Jiwasraya. Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun turut muncul dalam pusaran prahara ini.
Saat proses penyelesaian kasus itu berjalan, mendadak SBY turut angkat bicara dan mengusulkan pembentukan pansus hak angket Jiwasraya agar kasus ini diusut sampai tuntas. Pakar politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai wajar kemunculan SBY di tengah prahara Jiwasraya karena namanya sempat disebut beberapa kali dalam kasus ini.
"Dia terusik karena namanya sempat tersebut beberapa kali. Di era dia jadi presiden, kasus Jiwasraya ini bermula. Wajar SBY bereaksi, sebab ini tentang masalah nama baik dirinya dan nama baik pejabat pada masa pemerintahannya," kata Hendri kepada wartawan, Kamis (30/1/2020).
Menurut Hendro, justru kemunculan SBY ini memberikan sedikit titik terang agar Jiwasraya terbongkar sedikit demi sedikit. Malah, menurutnya, Jokowi seharusnya melirik isu yang dilempar SBY.
"Salah satu hal yang cukup tepat adalah memberikan sedikit celah petunjuk agar konspirasi Jiwasraya terbongkar," katanya.
"Sebaiknya Presiden Jokowi juga bereaksi terhadap respons SBY ini, minimal dengan mengklarifikasi bahwa masalah Jiwasraya akan selesai dan terbuka di era pemerintahannya," lanjut Hendri.
Lagi pula, menurut Hendro, jika kasus Jiwasraya selesai di masa pemerintahannya, bukan nama Jokowi saja yang dibanggakan. Hal ini dapat menjadi catatan sejarah bagi masa pemerintahan dalam penyelesaian konflik yang tak kunjung selesai hingga satu dekade.
"Bila terang benderang di era Jokowi, bukan hanya nama baik yang didapat Presiden Jokowi, tapi juga catatan positif sejarah Indonesia," tuturnya.
Untuk diketahui, penanganan kasus Jiwasraya sudah dilakukan dalam kurun satu dekade. Kasus itu kembali ramai dibicarakan sejak Desember 2019 ketika diambil alih oleh Kejaksaan Agung.
Kejagung mencatat ada indikasi korupsi direksi lama serta 13 manajer investasi dan mafia pasar modal dengan kerugian negara mencapai Rp 13,7 triliun. Pemerintah hingga kini masih mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan persoalan ini.
Ramai-ramai partai politik di parlemen pun membahas pembentukan panitia kerja (panja) atau panitia khusus (pansus) untuk mengusut tuntas kasus ini. Sempat ada perbedaan pendapat soal pembentukan panja atau pansus, tapi akhirnya diputuskanlah untuk membentuk panja di Komisi III, VI, dan XI DPR.(*)