Mahasiswa Hukum Untar Gugat Proses Pemilihan Wagub DKI

Mahasiswa Hukum Untar Gugat Proses Pemilihan Wagub DKI

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Michael, mahasiswa hukum Universitas Tarumanegara (Untar) menggugat proses pemilihan wakil gubernur (wagub) DKI Jakarta ke Mahkamah Konstitusi (MK). Proses pengisian kursi wagub DKI lewat parpol pengusung dinilai Michael terlalu lama.

"Penunjukan wakil kepala daerah oleh partai politik atau gabungan partai politik pengusung memakan waktu yang lebih lama daripada pemilu," ujar Michael dalam alasan permohonan gugatan yang diajukan ke MK seperti dikutip detikcom dari laman MK, Sabtu (18/1/2020).

Michael mengajukan permohonan pengujian Pasal 176 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi UU.

Dalam alasan permohonan, Michael memaparkan penunjukkan wakil kepala daerah oleh parpol atau gabungan parpol pengusung memakan waktu yang lebih lama daripada pemilu. Pemohon menyebut jabatan wagub DKI kosong sejak 27 Agustus 2018 atau selama 1 tahun 8 bulan.

"Akibatnya DKI Jakarta bahkan telat dalam menyelesaikan APBD tahun 2020. Banjir yang cukup besar di awal bulan sertai penyerapan anggaran DKI Jakarta yang buruk (hanya 57,17 persen). Hal ini merupakan kerugian konstitusional yang tidak hanya dialami oleh pemohon namun juga seluruh warga DKI Jakarta," kata Michael dalam alasan permohonan.

Karena itu Michael--yang mengajukan permohonan ke MK, Jumat (17/1)-- ingin pengisian kursi kosong Wagub DKI tetap dipilih masyarakat lewat pemilu. Sebab menurutnya, masarakat punya kesempatan yang sama dalam menduduki jabatan tertentu dalam pemerintahan sebagaimana diatur dalam konstitusi lewat Pasal 28 D ayat 3.

"Maka dengan pemilihan wakil kepala daerah yang dilakukan oleh partai pengusung yang diatur oleh Pasal 176 UU Nomor 10 Tahun 2016 telah mencederai konstitusi serta prinsip demokrasi yang diamini oleh negara kita yaitu dengan menghilangkan kesempatan setiap orang untuk menjadi kepala daerah," papar Michael.[dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita