GELORA.CO - Perkara korupsi yang melibatkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, telah terbukti terkait kasus pergantian antar waktu (PAW) caleg DPR RI dari PDI Perjuangan Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatra Selatan I Pemilu 2019.
Sebab, caleg PDI Perjuangan yang mendapat suara terbanyak pertama, Nazaruddin Kiemas, meninggal dunia pada tanggal 26 Maret 2019, atau sebelum pemilu legislatif digelar.
Otomatis, satu jatah kursi DPR RI dari PDI Perjuangan Dapil Sumatra Selatan I kosong, dan menjadi barang sengketa di internal partai banteng.
Hal itu terbukti, pada awal Juli 2019 DPP PDI Perjuangan mengajukan gugatan uji materil Pasal 54 Peraturan KPU 3/2019 ke Mahkamah Agung (MA), terkait meninggalnya Nazaruddin Kiemas.
Kemudian pada tanggal 19 Juli 2019, MA mengabulkan dan menetapkan bahwa, partai politik adalah pihak penentu suara dan PAW Caleg.
Dari keputusan MA inilah PDI Perjuangan mulai melakukan langkah taktis untuk meloloskan Harun Masiku yang mendapat perolehan suara terbanyak kelima.
Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan, pihaknya telah menerima kiriman surat sebanyak tiga kali dari DPP PDI Perjuangan terkait PAW Nazaruddin Kiemas.
Surat pertama yang diterima KPU tertanggal 5 Agustus 2019, yang ditandatangai Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP PDI Perjuangan Bambang DH dan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
"Jadi kpu menerima surat dari DPP PDIP tiga kali. Pertama terkait permohonan pelaksanana putusan MA. Atas surat yang pertama KPU menjawab, menyatakan, tidak dapat menjalankan putusan tersebut, terang Arief di Kantor KPU Pusat, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat (10/1).
Kemudian pada tanggal 27 September 2019, lanjut Arief, KPU menerima surat tembusan DPP PDI Perjuangan kepada MA tertanggal 13 September, terkait permintaan fatwa MA untuk KPU menjalankan putusan PAW Nazarudin beralih ke Harun Masiku.
"Karena surat itu berupa tembusan, kita (KPU) hanya memperhatikan, tidak membalas suarat tersebut," katanya.
Kemudian pada 18 Desember 2019, KPU menerima surat ketiga dari PDI Perjuangan tertanggal 6 Desember 2019, tentang permohonan menjalankan fatwa MA atas putusannya menetapkan Harun sebagai pengganti Nazaruddin.
Menariknya, surat ketiga ini ditandatangi langsung oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, bersama Sekjen Hasto Kristiyanto.
"Maka KPU menjawab surat tersebut tanggal 7 Januari yang isinya sama seperti surat pertama yang kita balas ke PDI Perjuangan, menolak," demikian Arief.[rmol]