GELORA.CO - Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memeriksa Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin terkait kasus suap proyek pembangunan jalan milik Kementeriaan PUPR.
Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Hong Artha. Keterangan Cak Imin yang didalami soal aliran uang dugaan suap dari terpidana Musa Zaenudin.
"Penyidik mendalami pengetahuan saksi (Muhaimin Iskandar) terkait dugaan penerimaan uang Rp7 miliar dari Musa Zaenudin untuk proyek jalan di Maluku," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dikonfirmasi awak media, Kamis, 30 Januari 2020.
Ali enggan berspekulasi terkait dugaan Cak Imin turut menerima aliran uang dugaan suap tersebut atau tidak. Sebab, kata dia, hal itu sudah masuk dalam materi penyidikan KPK.
"Apakah saksi mengetahui atau bahkan apakah itu saksi ikut menerima dan sebagainya, itu tentunya tidak bisa kami sampaikan untuk saat ini. Karena itu sudah masuk pada materi pemeriksaan," kata Ali.
Cak Imin sendiri usai pemerikaan KPK mengaku penyidik sempat mengkonfirmasi mengenai uang suap. Namun, ia membantah pernah menerima.
“Tidak benar (saya terima uang),” ujar Imin yang kemudian bergegas meninggalkan kantor KPK.
Upaya KPK memanggil dan memeriksa Cak Imin diduga berkaitan dengan permohonan justice collaborator (JC) yang dilayangkan mantan politikus PKB Musa Zainuddin pada Juli 2019.
Musa menganggap dirinya bukan pelaku utama dalam kasus korupsi proyek infrastruktur di Kementerian PUPR. Ia mengatakan hanya menjalankan perintah partai.
Sebelumnya, KPK menolak permohonan JC yang diajukan Musa Zainuddin. Menurut KPK, Musa belum memenuhi syarat menjadi saksi pelaku yang bekerjasama untuk membongkar kasus hukum.
Meski demikian, KPK mempersilahkan bila Musa ingin kembali mengajukan JC. Pihak lembaga antirasuah itu mengatakan Musa mesti membuka peran pihak lain dengan lebih terang.
Musa dihukum sembilan tahun penjara karena terbukti menerima suap Rp7 Miliar untuk meloloskan proyek infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Maluku dan Maluku Utara tahun anggaran 2016. Uang itu berasal dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.
Tapi, dari dalam penjara, mantan Anggota Komisi V DPR ini mengirim surat permohonan JC ke KPK pada akhir Juli 2019. Dalam surat itu, Musa mengaku bahwa duit yang ia terima tak dinikmati sendiri. Sebagian besar duit itu, kata dia, diserahkan kepada Sekretaris Fraksi PKB kala itu, Jazilul Fawaid dengan jumlah Rp6 miliar.
Musa menyerahkan uang tersebut di kompleks rumah dinas anggota DPR kepada Jazilul.
Setelah menyerahkan uang kepada Jazilul, Musa mengaku langsung menelepon Ketua Fraksi PKB Helmy Faishal Zaini. Ia meminta Helmy menyampaikan pesan ke Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin bahwa uang Rp6 miliar sudah diserahkan lewat Jazilul.
Keterangan ini, tak pernah terungkap di muka persidangan. Musa mengaku memang menutupi peran para koleganya lantaran menerima instruksi dari dua petinggi partai. Dua petinggi partai, kata Musa, mengatakan Cak Imin berpesan agar kasus itu berhenti di Musa.
“Saya diminta berbohong dengan tidak mengungkap peristiwa sebenarnya,” kata Musa.(*)