GELORA.CO - Pemilu bersih, jujur dan adil menjadi jargon dan komitmen Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga pagelaran pesta demokrasi.
Hal ini diperkuat dengan beberapa kebijakan yang diterapkan KPU dalam proses Pemilu 2019 kemarin, yakni larangan eks napi korupsi untuk ikut nyaleg.
Kebijakan ini lalu dijadikan komitmen oleh KPU untuk mencegah tindak pidana korupsi.
Tetapi, lomitmen yang lantang itu pun lenyap seketika. Tepatnya pada saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menciduk Komisioner KPU, Wahyu Setiawan di Bandara Soekarno Hatta, dan mentepakannya sebagai tersangka suap pergantian antar waktu (PAW) Caleg PDI Perjuangan Dapil Sumatra Selatan I.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jerry Sumampouw pun menyayangkan atas kasus yang melibatkan petinggi KPU. Katanya, perkara ini akan menjadi penegasan soal dugaan-dugaan kecurangan di dalam Pemilu sebelumnya.
"Jual beli suara dilakukan oleh KPU sebagaimana seringkali kita bilang, tapi kita sulit mendapatkan bukti," ujar Jerry dalam diskusi publik dengan topik 'Suap KPU dan Peluangnya Tahum 2020, di Kantor JPPR, Jalan Manggarai Utara 1, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (11/1).
Karena hal tersebut, Jerry berpandangan kasus Wahyu Setiawan ini akan menjadi pembicaraan banyak orang. Karena nilai pemberantasan korupsi yang menjadi komitmen KPU tidak sesuai dengan sikap dari para pimpinannya.
"Jadi komitmen pemberantasan KPU itu menjadi runtuh dan buyar dengan kasus ini. Kita dan publik jadi enggak percaya. Ini yang sangat berbahaya untuk kedepan," katanya. (*)